Sabtu, 30 Desember 2023

EBEN-HAEZER SAMPAI DI SINI TUHAN MENOLONG KITA (Renungan kunci tahun)

 



EBEN-HAEZER SAMPAI DI SINI TUHAN MENOLONG KITA 

(Renungan kunci tahun) 


Memulai renungan ini, ijinkan saya mengatakan  : “EBEN-HAEZER : SAMPAI DI SINI TUHAN MENOLONG KITA!” (1 Sam. 7:12). Ya, kita sudah sampai disini. Di usia keberapakah anda tahun ini? 17 tahun? 20 tahun? 30 tahun? 40 tahun? Berapapun itu, sampai di sini Tuhan menolong kita. Apa yang sudah anda dan saya lewati? Suka, duka, sakit, sehat, miskin, kaya, jatuh dalam cobaan, menang atas cobaan, di darat, di laut, di udara, di rumah, di jalan, di kantor, di pembaringan, dalam doa, dalam kerja, tetaplah itu “EBEN-HAEZER : SAMPAI DI SINI TUHAN MENOLONG KITA!”.

Jika memandang ke belakang, berapa banyak yang sudah kita lewati? Berapa panjang jalan curam berbatu dan berduri kita hadapi? Berapa jauh jalan berliku dan jalan lurus kita lewati? Saat kita sudah sampai di sini dan melihat ke belakang, kita dapat berkata “EBEN-HAEZER : SAMPAI DI SINI TUHAN MENOLONG KITA!”, entah itu dengan tersenyum lebar penuh sukacita ataupun dengan tangis penuh haru karena mengingat pertolongan Tuhan sepanjang jalan itu. Sama seperti Samuel yang sadar bahwa keberadaannya bersama bangsa Israel sampai saat itu, itu semata hanya karena pertolongan Tuhan, dan bukan karena kehebatan mereka.  Demikian juga kita mesti sadar, bahwa jika kita masih ada sampai saat ini, itu semua karena pertolongan Tuhan. Dalam tahun-tahun rahmat-Nya, Tuhan menolong saat kita tersenyum waktu suka, Tuhan menolong saat kita menangis karena duka. Tuhan menolong saat kita terkapar sakit, Tuhan menolong saat kita meloncat waktu sehat. Tuhan menolong saat kita merogoh kantong kosong, Tuhan menolong saat lumbung kita melimpah. Tuhan menolong saat kita terpuruk karena dosa, Tuhan menolong saat kita berdiri tegap waktu menang atas cobaan. Perhatikan apa yang dikatakan Raja Daud dalam Mazmurnya :


Mazmur 124:8 “Pertolongan kita adalah dalam nama TUHAN, yang menjadikan langit dan bumi.”


Jika merenungkan itu semua dan jika kita percaya bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia (Rom.8:28), maka kita akan berkata dengan mantap : Tuhan adalah gembalaku (Maz.23), Tuhanlah gunung batuku (Maz.18:47), Tuhanlah perlindunganku dan kubu pertahananku (Maz.91:2), Tuhanlah pertolonganku (Maz.121:2), Sang Imanuel (Mat.1:23).

Namun, jika menenungkan kalimat “sampai di sini”, apakah hanya sampai disini saja pertolongan Tuhan? Jika baru sampai di sini, berarti ini bukanlah titik akhir perjalanan kita, karena masih ada perjalanan selanjutnya yang akan kita lalui. Jalan yang lebih banyak ujian, cobaan, lebih banyak suka, lebih banyak duka, lebih banyak keberhasilan, lebih banyak kegagalan, lebih banyak doa, lebih banyak kerja keras, lebih banyak kekalahan, lebih banyak kemenangan. Usia bertambah, menjadi tua, sakit dan meninggal. Namun dalam itu semua, nyatalah firman Tuhan : “Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman” (Mat.28:19). Jika kita melihat tahun – tahun ke belakang, adakah Allah lalai? Adakah penyertaan-Nya tidak sempurna? Adakah kasih-Nya berkurang? Adakah setia-Nya hilang? Jika Allah menolong kita dengan sempurna, maka dalam perjalanan selajutnya, penyertaan-Nya tetap sama dan tidak berubah, karena Allah tidak pernah berubah. Dia Allah yang memelihara Abraham, Ishak dan Yakub. Dia Allah yang memelihara Israel di gurun. Dia Allah yang menguatkan dan memulihkan Ayub. Dia Allah yang sama sampai saat ini, bahkan sampai selama-lamanya tidak berubah, dari kekal sampai kekal. Tahun-tahun kemarin, hari ini, dan hari esok ada dalam penyertaan Allah. Jika kita masih sampai di sini, maka itu tandanya Allah masih mengijinkan kita untuk melanjutkan perjalanan kita, sampai batas waktu yang Dia telah tentukan, dan janji-Nya tetap dan abadi : “Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman”. Jika telah tiba saatnya Allah berkata cukup pada perjalanan kita (ataupun kepada orang-orang yang kita kasihi), maka itu bukanlah akhir dari perjalanan kita, karena kita akan melanjutkan perjalanan dalam kekekalan, menanti kebangkitan daging, menjadi serupa dengan Kristus, melihat takhta Allah, bermazmur tak henti di Sorga yang mulia bersama orang-orang kudus lainnya, menatap wajah Yesus dan kemuliaan Allah, dan kebahagiaan yang tak terhingga (Charles H. Spurgeon - Morning and evening : Daily readings). Siapakah yang tahun ini menerima duka? Hendaklah dia merenungkan ini : kematian bukan akhir dari segalanya bagi orang beriman!

Kuatkanlah hati, hai orang-orang beriman! Dengan hati percaya dan penuh syukur katakanlah : “EBEN-HAEZER : SAMPAI DI SINI TUHAN MENOLONG KITA!” sebab : DIA YANG SAMPAI SAAT INI TELAH MENOLONGMU, AKAN MEOLONGMU SEPANJANG PERJALANANMU, BAHKAN SAMPAI AKHIR. Janganlah kuatir, Tuhan itu ada. Selamat melanjutkan hari-harimu, selamat menyongsong tahun rahmat Tuhan yang baru. Jika Allah sudah setia kepada kita, maka setialah kepada-Nya sebagai Tuhan, Raja dan Penguasa tunggal hidup kita. Satu lagu lama mengatntarkan kita memasuki tahun rahmat Tuhan yang baru dan penuh berkat :


Jangan kamu takut, Aku adalah

Itu Tuhan janji, biar ingatlah

Itupun b’ri hibur, kalau tak senang

Lagipun b’ri kuat

Bila engkau masuk p’rang

Reff :

Hai tidak pernah

Hai tidak pernah

K’lak Ia tinggalkan dikau

Bahkan tiada pernah

Hai tidak pernah

Hai tidak pernah

K’lak Ia tinggalkan dikau

Bahkan tiada pernah


Sekali lagi marilah  untuk kembali berkata : “EBEN-HAEZER : SAMPAI DI SINI TUHAN MENOLONG KITA!”

AMIN

Minggu, 24 Desember 2023

ALLAH TURUN TANGAN (sebuah renungan natal)



Saat zaman purba, manusia pertama sudah tidak taat kepada Allah. Ketidaktaatan Adam dan Hawa diperhitungkan sebagai dosa dan pemberontakan di mata Allah. Dosa membawa keterpisahan antara Allah dan manusia, karena Allah itu suci dan tidak bisa bersatu dengan dosa. Keterpisahan itu menyebabkan manusia mati rohani, tepat seperti apa yang telah Allah katakan kepada manusia.


Kej. 2:17 : tetapi pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat itu, janganlah kaumakan buahnya, sebab pada hari engkau memakannya, pastilah engkau mati."

 

Dosa membuat manusia terpisah dan terbuang dari hadapan hadirat Allah. Dalam dosa, manusia sedang berada dalam ketidakpastian akan keselamatan dan sedang berjalan dalam kegelapan dan menuju kebinasaan. Dosa merasuk ke dalam segala aspek hidup manusia, dan membuat manusia hanya ingin berbuat kejahatan. Hati manusia cenderung untuk terus melakukan dosa.

 

Kej. 6:5 Ketika dilihat TUHAN, bahwa kejahatan manusia besar di bumi dan bahwa segala kecenderungan hatinya selalu membuahkan kejahatan semata-mata,

 

Kej. 6:12 Allah menilik bumi itu dan sungguhlah rusak benar, sebab semua manusia menjalankan hidup yang rusak di bumi.

 

Dalam keberdosaan, manusia mencoba mencari Allah. Kekosongan dalam hati dan jiwa manusia, membuat manusia mencari akan Allah, melalui doa, ibadah, mezbah dsb.

 

Kej. 4:26 Lahirlah seorang anak laki-laki bagi Set juga dan anak itu dinamainya Enos. Waktu itulah orang mulai memanggil nama TUHAN.

 

Apakah dengan mencari Allah, manusia sudah memperkenankan hati Allah? Apakah ritual ibadah, mezbah korban bakaran, amal budi baik dsb dapat memperdamaikan manusia dengan Allah? Tentu tidak. Manusia tetap kotor di hadapan Allah, dan diperhitungkan sebagai yang berdosa.


Yes. 64:6. Demikianlah kami sekalian seperti seorang najis dan segala kesalehan kami seperti kain kotor; kami sekalian menjadi layu seperti daun dan kami lenyap oleh kejahatan kami seperti daun dilenyapkan oleh angin.

 

Jika ibadah dan kesalehan manusia saja diperhitungkan seperti kain kotor, dengan apakah manusia dapat diperdamaikan dengan Allah? Dalam hal ini, manusia tidak berdaya. Manusia sudah mati karena dosa. Dimanakah mayat yang dapat mengusahakan keselamatan dirinya? Dosa merasuk sampai ke dalam aspek hidup manusia, sampai ke titik terkecil dalam hidup manusia. Manusia berada dalam kondisi berbahaya dan mengerikan. Dosa merupakan akar dari segala masalah, kerusakan dan kejahatan di dalam dunia, dan manusia tidak mampu mengatasinya. Dalam ketidak berdayaannya, manusia sedang berjalan menuju neraka, maut yang kekal.

 

Bersyukurlah, bahwa Allah tidak membiarkan manusia terus berada dalam kebimbangan dan ketidak pastian akan keselamatan. Allah tidak membiarkan manusia terus berjalan dalam kegelapan menuju kebinasaan, namun Allah ada dan Dia turun tangan mengatasi masalah itu. Dari tempat maha tinggi dan dari dalam kekekalan, Allah telah merencanakan suatu karya keselamatan bagi manusia, bahkan mengenai hal itu telah Dia nubuatkan sesaat setelah manusia pertama jatuh dalam dosa.

 

Kej. 3:15 Aku akan mengadakan permusuhan antara engkau dan perempuan ini, antara keturunanmu dan keturunannya; keturunannya akan meremukkan kepalamu, dan engkau akan meremukkan tumitnya."

 

Inilah nubuat pertama dalam Kitab Suci mengenai misi penyelamatan yang akan Allah kerjakan. Nubuat ini keluar langsung dari mulut Allah tanpa perantaraan para nabi. Setelahnya, nubuat-nubuat selanjutnya di berikan Allah melalui para nabi, dan diteruskan kepada manusia agar manusia tahu : Allah tidak tinggal diam akan kondisi manusia.

Manusia sudah berjalan dalam kegelapan, namun Allah menegaskan : Dia akan menyelamatkan manusia dari kegelapan dosa, dan terang keselamatan akan terbit bagi manusia


Yes. 9:1 Bangsa yang berjalan di dalam kegelapan telah melihat terang yang besar; mereka yang diam di negeri kekelaman, atasnya terang telah bersinar.

 

Terang itu kan dibawa oleh Allah sendiri, dan terang itulah yang akan membawa manusia keluar dari dalam kegelapan dosa.


Mengapa Allah harus turun tangan? Seperti yang sudah dikatakan di atas, manusia tidak mampu mengusahakan keselamatannya sendiri. Menyelesaikan maslah dosa bukan hanya dengan sekedar meminta ampun pada Tuhan. Lagipula, manusia sudah mati dan tidak berdaya, dan dosa membuat manusia tidak lagi menginginkan Allah. Manusia membutuhkan seorang penyelamat - seorang Juruselamat, dan yang mampu melakukan itu hanyalah Allah. Mengapa hanya Allah yang mampu melakukannya? Karena hanya Dialah satu-satunya pribadi yang tidak berdosa. Namun sesungguhnya, Allah tidak harus mengerjakan hal ini. Allah tidak harus bertanggung jawab untuk menyelamatkan manusia, karena manusia yang berdosa, manusia pula yang harus bertanggung jawab. Namun mengapa Allah mau melakukannya? Semua hanya karena kasih karunia Allah.

 

Bagaimana Allah melakukan karya penyelamatan ini? Dengan cara menebus dosa manusia. Menebus berarti : membayar hutang dosa yang harusnya dibayar oleh manusia. Manusia berhutang kepada Allah, dan Allah sendiri bersedia melunasi hutang itu, karena Dia tahu : manusia tidak mampu membayar hutang dosanya. Manusia akan masuk neraka, binasa selama-lamanya.

 

Jika demikian, bagaimana Allah melunasi hutang dosa tersebut? Allah melunasi hutang dosa dengan cara : Dia menjadi manusia. Allah Bapa mengutus Allah Anak untuk menjadi manusia dan turun ke dalam dunia. Ya, Allah menjadi manusia.

 

Yoh. 3:16 Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak- Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal.

 

Mengapa Allah harus menjadi manusia untuk bisa membayar hutang dosa manusia? Jawabannya adalah: karena yang berhutang adalah manusia. Allah tidak bisa menjadi penebus jika Dia tetap dalam rupa Allah dan tidak menjadi manusia. Maka dari itu Dia menjadi manusia, dan dalam manusia Yesus segala hutang dosa manusia dari zaman Adam hingga akhir zaman dipikul dan ditebus dengan lunas dan tuntas di atas kayu salib. Tidak ada yang tersisa, semua lunas, semua selesai.

 

Yoh. 19:30 Sesudah Yesus meminum anggur asam itu, berkatalah Ia: "Sudah selesai." Lalu Ia menundukkan kepala-Nya dan menyerahkan nyawa-Nya.

 

Mari sejenak kita membayangkan : apa jadinya jika Allah tidak turun tangan? Jika Allah tidak turun tangan, maka saya dan saudara sedang berada dalam suatu kondisi berbahaya : binasa kekal. Neraka bukanlah hal main-main. Neraka adalah keterpisahan selamanya dengan Allah. Neraka adalah murka Allah yang menyala-nyala yang siap menghanguskan segala manusia berdosa. Neraka adalah mati kekal. Neraka adalah siksaan kekal tanpa henti, tanpa istirahat.

 

Wah. 14:11 Maka asap api yang menyiksa mereka itu naik ke atas sampai selama- lamanya, dan siang malam mereka tidak henti-hentinya disiksa, yaitu mereka yang menyembah binatang serta patungnya itu, dan barangsiapa yang telah menerima tanda namanya."

 

Bersyukurlah bahwa Allah kita bukanlah Allah yang berpangku tangan membiarkan manusia mengusahakan keselamatannya sendiri. Dia adalah Allah yang mau turun tangan menyelesaikan masalah dosa yang tidak terselesaikan, sehingga manusia dapat diselamatkan.

 

Jika demikian Allah telah bekerja habis-habisan demi kita, bagaimana respon kita akan itu? Kitab suci mencatat : manusia diselamatkan semata-mata hanya oleh karena iman kepada Yesus Kristus.

Kis. 16:31 Jawab mereka: "Percayalah kepada Tuhan Yesus Kristus dan engkau akan selamat, engkau dan seisi rumahmu."

 

Mengapa harus percaya kepada Tuhan Yesus? Pertama, karena Dialah yang telah menebus dosa kita. Kedua, karena Yesus telah ditentukan untuk menjadi jalan pendamaian antara Allah dngan manusia (Rom.3:25). Ketiga, karena Dia telah mejadi wakil kita di hadapan Allah sebagai Manusia yang telah taat kepada Allah secara sempurna, dan ketaatanNya itulah yang menyelamatkan kita. Jika seseorang tidak percaya kepada Yesus, maka tidak ada yang mewakilinya di hadapan Allah, dan dia harus menanggung akibat dari segala ketidaktaatannya. Saat seseorang percaya kepada Yesus, maka segala ketaatan Yesus diperhitungkan dalam dirinya, dan dia dibenarkan oleh Allah. Itulah sebabnya, hanya iman kepada Yesus sajalah yang dapat menyelamatkan manusia.

 

Rom. 4:5 Tetapi kalau ada orang yang tidak bekerja, namun percaya kepada Dia yang membenarkan orang durhaka, imannya diperhitungkan menjadi kebenaran.


Natal bukanlah sebuah perayaan biasa. Natal adalah suatu masa perenungan : siapakah aku ini, sehingga Allah mau turun ke dalam dunia yang rendah demi menyelamatkanku? Jika mengingat segala dosa dan pemberontakanku yang menyakiti hati-Nya, mengapa Allah masih mau memberikan jalan keselamatan itu bagiku? Jika mengingat segala dosa dan pemberontakanku yang begitu banyak bahkan sejak dari dalam kandungan, apa jadinya hidupku ini jika Allah tidak turun tangan? Jika Kristus tidak datang, dengan apakah aku menuju kepada Bapa di Sorga?


 Syukur kepada Allah, Dia mau turun tangan. Syukur kepada Allah. Selamat hari Natal.

Amin.

Rabu, 20 Desember 2023

DAMAI YANG SEJATI (MAZMUR 62:2)

 



DAMAI YANG SEJATI

Mazmur 62:2

Hanya dekat Allah saja aku tenang, dari pada-Nyalah keselamatanku.

 Damai. Kata yang sudah sering didengar oleh kita diberbagai kesempatan. Saking sering didengar, kata “damai” seperti kehilangan makna. Padahal, perasaan damai adalah hal yang sangat dibutuhkan oleh semua orang, bahkan bisa dikatakan sebagai kebutuhan pokok. Mengapa demikian? Karena sesungguhnya, perasaan damai itu sendiri tidak dimiliki oleh semua orang. Banyak orang yang berusaha sekuat tenaga untuk mendapatkan rasa damai dalam hidupnya. Segala cara dilakukan oleh beberapa orang untuk bisa merasakan damai dalam hari hidupnya, mulai dengan mengumpulkan uang yang banyak dengan harapan uang dapat mendatangkan rasa damai baginya; ada juga yang pergi berlibur ke tempat-tempat yang indah untuk mencari rasa damai di hati dan pikiran; ada juga orang yang mencari rasa damai dengan mengonsumsi obat penenang sampai obat-obatan terlarang dengan harapan, pikiran dan hari mereka bisa tenang.

 

Bagi kita yang mungkin hari ini merasa biasa-biasa saja serta tidak merasakan kesulitan yang berarti dalam menjalani hari, mungkin kata “damai” atau perasaan damai terkesan sebagai sesuatu yang sepele. Padahal, kehilangan rasa damai bisa berakibat fatal bagi seseorang atau sekelompok orang. Kehilangan rasa damai bisa membuat orang menjadi stres, menjadi jahat, kacau, tidak berpikir jernih, depresi bahkan sampai bunuh diri. Tanpa ada rasa damai di dalam hati, masalah kecil bisa menjadi masalah yang sangat besar. Tanpa ada rasa damai di dalam hati, segala problem menjadi tidak ada jalan keluar. Maka janganlah kita terkejut jika ada kita mendengar berita : ada orang yang bunuh diri karena putus cinta; ada orang yang membunuh anaknya karena tidak mampu membeli makan; ada orang yang kaya raya dan banyak uang namun tidak bisa tidur. Bagi kita mungkin masalah-masalah di atas hanyalah masalah sepele yang bisa kita atasi, namun bagi mereka yang kehilangan rasa damai, masalah itu sangatlah berat dan tidak terpikul oleh mereka, sehingga akhirnya memutuskan untuk bertindak fatal.

Beberapa waktu belakangan ini, saya sering membaca berita tentang maraknya kasus bunuh diri dikalangan remaja hingga pemuda, khususnya mahasiswa. Ada yang mengakhiri hidup karena gagal wisuda, ada yang mengakhiri hidup karena tidak mampu membayar uang kuliah, ada yang mengakhiri hidup padahal beberapa jam lagi akan diwisuda, ada yang mengakhiri hidup karena dilarang bermain HP oleh ibunya. Beberapa tahun lalu, ada seorang laki-laki paruh baya yang bekerja sebagai PNS yang nekat bunuh diri karena putus cinta. Saat membaca berita-berita ini, saya berpikir : “selemah itukah mental kalian? Mengapa harus bunuh diri, padahal masalah kalian hanyalah masalah sepele; bukankah ada masalah lain yang lebih berat daripada hanya sekedar putus cinta, gagal wisuda dsb?” Dalam perenungan akan kejadian-kejadian tersebut, saya akhirnya menemukan jawabannya saat membaca Mazmur Daud ini : betapa pentingnya parasaan damai dalam hidup ini. Masalah-masalah yang saya anggap sepele akan  menjadi masalah besar dan berat apabila tidak ada rasa damai dalam hidup. Inilah sebabnya, Raja Daud mengkhususkan satu Mazmur mengenai perasaan damai.

Daud mengerti betapa pentingnya rasa damai dalam hidup. Dalam hidupnya, Daud telah mengalami begitu banyak masalah : menjadi buronan Raja Saul, rumah tangga berantakan, anak yang saling bunuh, anak yang memberontak dan berencana melakukan kudeta, serangan-serangan dari musuh disekelilingnya, sampai masalah dosanya terhadap Tuhan dalam kasus pembunuhan Uria dan perzinahannya dengan Betsyeba (bagi saya, masalah Daud yang paling berat adalah masalah dosanya terhadap Tuhan). Namun, seberat-beratnya masalah itu, Daud tidak depresi dan bunuh diri layaknya orang-orang. Dalam hatinya tetap ada damai yang menenangkan hatinya, menjernihkan pikirannya, dan mengatur langkahnya. Darimana damai itu berasal? Hartanya? Kerajaannya? Kekuasaan dan kemasyurannya? Tidak. Inilah kesaksian Daud mengenai damai itu :

Mazmur 62:2 : Hanya dekat Allah saja aku tenang, dari pada-Nyalah keselamatanku

Daud mendapatkan rasa tenang / damai karena dia dekat dengan Allah. Kehadiran Allah sebagai Tuhan, Penguasa hidup, Raja, Gembala dan Sahabat dalam hidupnya membuat Daud menjadi tetap tenang dan damai di tengah segala kesulitan hidup yang ada. Daud mampu bertahan menghadapi itu semua semata-mata hanya karena dia dekat dengan Tuhan.

Dekat dengan Tuhan adalah kunci bagi kita untuk menjalani hidup yang penuh pergumulan dan tantangan. Dekat dengan Tuhan akan mendatangkan damai yang sejati dan abadi, yang membuat kita tetap kuat dan bertahan. Jika dekat dengan Tuhan mendatangkan ketenangan dan kedamaian, maka kebalikannya : hidup jauh dari Tuhan /  tanpa Tuhan tidak akan mendatangkan ketenangan dan kedamaian dalam hidup. Saat seseorang dekat dengan Tuhan dan masalah datang menghadang, maka Tuhan akan memberi kekuatan dan jalan keluar atas masalah tersebut. Itulah sebabnya orang percaya selalu mampu bertahan atas segala masalah

1 Kor. 10: 13 : Pencobaan-pencobaan yang kamu alami ialah pencobaan-pencobaan biasa, yang tidak melebihi kekuatan manusia. Sebab Allah setia dan karena itu Ia tidak akan membiarkan kamu dicobai melampaui kekuatanmu. Pada waktu kamu dicobai Ia akan memberikan kepadamu jalan ke luar, sehingga kamu dapat menanggungnya.

Ayat ini menjadi bukti dan suatu janji yang menyatakan bahwa : orang percaya tidak akan pernah bunuh diri. Mengapa? Karena Tuhan mengijinkan masalah terjadi namun tidak melebihi kekuatan kita yang artinya : kita akan mampu memikulnya. Jika kita hanya mampu memikul 10 kilogram, maka Tuhan tidak akan pernah memberi 11 kilogram. Saat kita merasa terlalu berat, ingatlah : bukan kita yang tahu kapasitas kita dalam memikul beban, tapi Tuhan yang tahu (dan ingat : kekuatan untuk memikul beban itu juga diberikan oleh Tuhan!). Selanjutnya dikatakan : Tuhan akan memberi jalan keluar. Seterjepit apapun hidup ini, selalu ada jalan keluar. Mengetahui akan hal-hal inilah yang membuat kita mampu untuk tenang dan tetap merasa damai; dan kita hanya akan mendapatkan hal-hal ini jika kita dekat dengan Tuhan. Jika demikian, apakah orang yang bunuh diri tidak dekat dengan Tuhan? YA! Karena saat mereka mengalami masalah, tidak ada yang menguatkan mereka, tidak ada yang memberi jalan keluar sehingga mereka merasa tidak kuat, tidak ada jalan keluar sehingga akhirnya mengakhiri hidup. (saat kita berkata seperti ini, banyak orang yang merasa kita menghakimi mereka yang bunuh diri dengan menilai bahwa mereka tidak dekat dengan Tuhan. Namun nayatanya memang demikian! Kita tidak bisa memungkiri hal ini…)

Berbicara mengenai “Damai Sejati”, apakah ada damai yang tidak sejati? Ada. Damai yang tidak sejati atau damai yang semu diciptakan atau didapatkan orang dari hal-hal yang dirasakan data membawa ketenangan dan kedamaian. Contohnya : uang, alkohol, obat penenang, narkoba, tempat-tempat hiburan dsb. Namun, apakah itu semua mampu memberi damai? Tidak! Itu semua  hanya memberi damai palsu; damai yang semu, bukan damai yang sejati yang tinggal tetap, sehingga saat damai itu hilang, mereka akan depresi. Kita tentu pernah mendengar, begitu banyak musisi yang kaya raya pada akhirnya bunuh diri karena depresi. Banyak musisi / artis yang mencari ketenangan dari obat-obatan dan alkohol namun justru kedua hal inilah yang membawa mereka kepada maut. Sungguh ketenangan dan damai yang sejati hanyalah dari Tuhan saja.

Jika demikian pentingnya dekat dengan Tuhan, bagaimana caranya agar kita dekat dengan Tuhan? Alkitab mencatat demikian : Hidup bergaul dengan Allah (Kej.5:22; Kej. 6:9). Bagaimana caranya bergaul dengan Allah?

1.      Mendengar Allah berkata-kata kepada kita

Abraham selalu mendengar Tuhan berbicara kepadanya. Dalam setiap perjalanan kehidupannya, Tuhan selalu berbicara dengan dia. Dalam perbincangan itu, berisi : janji Tuhan yang menguatkan Abraham (bdk. Kej.17:1-8); isi hati dan rencana Tuhan (bdk. Kej. 18:17-21). Jika waktu itu Tuhan berbicara langsung dengan Abraham, maka saat ini Tuhan berbicara kepada kita melalui FirmanNya (Alkitab, khotbah-khotbah dari hamba-hamba Tuhan dan dari segala tempat dimana kita bisa mendengar Firman Tuhan) dan melalui FirmanNya, Allah selalu menguatkan kita dan memberi damai dan ketenangan dalam hati kita.

2.      Berbicara kepada Allah

Abraham dalam kerendahan hatinya selalu akrab dengan Tuhan, berbicara seperti kepada seorang sahabat. Apapun yang ada dipikiran Abraham, apa yang dia rasakan, apa yang ada dihatinya selalu dia ungkapkan di hadapan Tuhan, dan Tuhan selalu mendengar. Inilah yang kita sebut debagai doa. Tuhan Yesus sendiri saat menjadi manusia, selalu berdoa sebelum memulai pelayananNya. Bahkan sebelum Dia menghadapi penderitaan, Dia berdoa kepada Allah sehigga Dia diberi kekuatan untuk menghadapi itu semua. Kitapun demikian, kita dapat mencurahkan segala isi hati kita kepada Allah sebagai Tuhan kita, Bapa kita, Sahabat kita. Dengan begitu, kita merasa lega dan mendapatkan damai serta ketenangan saat kita mencurahkan semua isi hati dan pergumulah kita kepadaNya lewat doa.

Yudas dan Petrus adalah dua orang yang menjadi contoh bagaimana kehadiran Tuhan dalam hidup mejadi suatu hal utama yang menentukan bagaimana kita mampu bertahan dalam menghadapai persoalan. Mereka berdua sama-sama melakukan kesalahan besar menjelang kematian Yesus; namun kita melihat : Petrus mampu bangkit dari masalah tersebut dan dipulihkan Tuhan, sedangkan Yudas tidak pernah bangkit dari keterpurukan, depresi dan bunuh diri (padahal dari segi masalah dosa, mereka berdua sama). Apa yang membedakan mereka berdua? Yang membedakan ialah : Petrus percaya kepada Tuhan Yesus sedangkan Yudas tidak. Petrus datang kepada Tuhan dan dipulihkan, sedangkan Yudas tidak datang kepada Tuhan, mencoba menghadapi masalah itu sendriri sehingga merasa tidak kuat, tidak ada jalan keluar, depresi dan akhirnya bunuh diri.

Orang-orang yang tidak merasa tenang dan damai dalam hati akan merasa depresi saat tidak  mendapat kelegaan dari masalah. Kemanapun mereka mencari, mereka tidak akan mendapatkan kelegaan dan kedamaian, karena mereka tidak mencurahkannya kepada Tuhan. Tuhan Yesus berkata :

Mat.11:28 Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu.

Saat datang kepada Tuhan dan dekat denganNya lewat pembacaan / pendengaran akan Firman Tuhan dan dalam doa, maka Tuhan telah menjamin : kita akan diberi kelegaan dari segala sesuatu beban berat yang membuat kita menjadi letih lesu. Karena itulah : marilah kita dekat dengan Tuhan karena tangan Tuhan selalu terbuka bagi kita. Apapun masalah kita, hanya Tuhan yang mampu memberi jalan keluar; hanya Dia yang mampu memberi kita ketenangan dan kedamaian sejati agar kita  tahan menghadapi segala sesuatu.

Satu buah lagu lama akan mengantarkan kita menutup renungan ini :

Kala kucari damai
Hanya kudapat dalam Yesus
Kala kucari ketenangan
Hanya kutemui dalam Yesus

Tak satupun dapat menghiburku
Tak seorang pun dapat menolongku
Hanya Yesus jawaban hidupku

Bersama Dia hatiku damai
Walau dalam lembah kekelaman
Bersama Dia hatiku tenang
Walau hidup penuh tantangan

Tak satu pun dapat menghiburku
Tak seorang pun dapat menolongku
Hanya Yesus jawaban hidupku

AMIN