NEO SODOM. Pernah dengar? Mungkin pernah, mungkin
tidak. Kalimat ini baru muncul di otak saya saat mendapatkan ide untuk membuat
tulisan ini. Lalu apa arti kata Neo Sodom?
Neo Sodom terdiri dari dua kata, yaitu Neo dan Sodom. Menurut KBBI, Neo
berarti : baru, atau merupakan awalan yang menunjukkan
pembaharuan atau penghidupan kembali sesuatu yang sudah ada. Secara sederhana, Neo berarti tindakan untuk
menghidupkan kembali suatu hal / kondisi / faham / kebiasaan yang sudah lama
mati / punah. Contoh : Neo PKI : tindakan / upaya untuk menghidupkan kembali
semangat atau paham dari Partai Komunis Indonesia yang telah mati sejak 1965.
Sedangkan Sodom sendiri adalah kota
dalam cerita Alkitab yang dimusnahkan Tuhan karena kejahatan penduduknya
(Kej.19:1-29). Jika kita melihat dan menggabungkan kedua kata tersebut sesuai
definisi di atas, maka Neo Sodom berarti : Sodom yang baru.atau bisa juga
berarti : tindakan / upaya untuk menghidupkan kembali semangat kota Sodom.
Lalu apa hubungannya dengan kehidupan kita saat ini?
Apakah ada Sodom yang baru yang sedang terbentuk di dunia modern ini? Ataukah
ada gerakan yang sedang berusaha untuk menghidupkan kembali semangat masyarakat
Sodom di era modern ini?
Saya tidak bisa menelusuri sampai kesana. Dua hal di
atas mungkin bisa saja terjadi, bisa juga tidak – tergantung agenda para kaum
LGBT di seluruh pelosok dunia ini. Yang ingin saya soroti adalah : satu hal /
kebiasaan yang mungkin tidak kita sadari disekitar kita, yang dapat membangkitkan
kembali semangat kota Sodom tanpa kita sadari di era modern ini. Lalu apakah
hal / kebiasaan tersebut?
Jika kita membaca mengenai kisah Lot melindungi dua
malaikat yang ingin diperkosa oleh
orang-orang Sodom, ada hal yang cukup mengejutkan. Perhatikan ayat ini :
Kej. 19:4 Tetapi
sebelum mereka tidur, orang-orang lelaki dari kota Sodom itu, dari
yang muda sampai yang tua, bahkan seluruh kota, tidak ada yang terkecuali, datang mengepung
rumah itu.
Mengenai para lelaki yang ingin melakukan pelecehan
kepada dua laki-laki asing yang adalah malaikat Tuhan tersebut, Alkitab
mengatakan bahwa : mereka dari yang muda sampai tua, dari seluruh kota tanpa
terkecuali.
Mari kita berimajinasi sejenak.
Sepertinya Sodom bukanlah sebuah kota yang sangat besar
seperti kota modern saat ini. Menurut Ev. David Tong dalam tulisannya : Tuhan
dengan umat Tuhan ( https://www.griikg.org/tuhan-dengan-umat-tuhan-ku-2/ ), kota Sodom hanyalah kota kecil yang diprediksi oleh
para arkeolog hanya terdiri dari 600 – 1200 orang saja (Dalam Yos. 8:25,
dikatakan bahwa jumlah keseluruhan penduduk Kota Ai yang dimusnahkan oleh Yosua
dan bangsa Israel adalah 12000 orang). Angka
ini bahkan tidak memenuhi jumlah satu Kecamatan di era modern ini
(catatan BPS Kota Kupang, Kec. Maulafa saja terdiri dari 109.993 jiwa). Jadi,
kita mungkin bisa menggambarkan Sodom dengan besaran satu Kelurahan. Dapatkah
teman-teman membayangkan, dalam satu Kelurahan (contoh : Kelurahan Oepura) yang
seluruh kaum prianya, baik muda maupun tua adalah gay / Biseksual? Bukankah ini
mengerikan? Jangankan satu Kelurahan, jika ada satu RT bahkan satu gang saja di
dekat kediaman kita yang seluruh kaum prianya baik muda maupun tua adalah gay /
biseksual, bukankah ini mengerikan? Memang disekitar kita saat ini tidak
demikian, namun faktanya pernah terjadi di Sodom pada zaman Lot. Lalu,
bagaimana bisa terjadi : satu kota seluruh penduduk laki-lakinya memiliki
perilaku seksual menyimpang?
Tentu ada banyak hal yang dapat membuat Sodom menjadi
demikian. Namun ada satu hal penyebab penduduk Sodom menjadi Gay / Biseksual
yang ingin saya sorot dalam tulisan saya kali ini, yang mungkin lolos dari
pengamatan para pembaca yaitu : NORMALISASI PENYIMPANGAN.
Normalisasi sendiri merupakan suatu
tindakan / proses untuk membuat sesuatu menjadi normal. Contoh tidakan
normalisasi: Tindakan memaki / mengumpat bukanlah suatu
tindakan yang normal untuk dilakukan karena bertentangan dengan norma-norma
kesopanan. Namun seorang anak yang bertumbuh dalam keluarga yang suka memaki
(ayah memaki ibu, lalu ibu membalas memaki ayah dan orangtua memaki anak-anak)
menjadikan anak itu menganggap makian sebagai hal normal karena sering
dilakukan di rumah. Ini adalah normalisasi idakan memaki / mengumpat.
Bagaimana seluruh penduduk Sodom dapat menjadi biseksual
seperti demikian? Tentu karena tindakan normalisasi. Saat anak-anak Sodom
dilahirkan, mereka bertumbuh dengan melihat kebiasaan orangtua, saudara, tetangga
dan seluruh kota melakukan penyimpangan seks (bahkan mereka mungkin diajarkan untuk melakukan hal
demikian karena dianggap wajar dan normal). Mereka terbiasa melihat
kebiasaan-kebiasaan seksual yang menyimpang, sehingga hal yang sebenarnya
menyimpang / abnormal lama-kelamaan menjadi suatu hal yang normal dan
biasa-biasa saja bagi mereka serta hubungan seksual yang sebenarnya tidak wajar
menjadi wajar bagi mereka. Inilah yang
menyebabkan munculnya suatu keseluruhan masyarakat yang utuh dalam penyimpangan
seksual.
Dalam masyarakat modern, iblis berupaya untuk melakukan penormalisasian dosa melalui banyak cara. Sadar atau tidak, normalisasi yang terjadi pada kota Sodom saat ini sudah berlangsung dalam kehidupan modern, sehingga potensi “Neo Sodom” bisa saja terjadi.
Apa
dasar saya menulis demikian?
Iblis
dapat menggoda manusia dengan dosa dan cara yang sama sejak dari zaman purba
hingga zaman modern. Jika Iblis pernah
menjatuhkan Kain dengan perasaan iri, maka hingga hari ini iblis juga masih
menyerang manusia dengan rasa iri. Jika Daud jatuh dalam dosa perzinahan, maka
hingga saat ini iblis tetap memakai dosa zinah untuk menyerang pasangan suami
istri. Jika Yudas binasa karena cinta uang, maka hingga saat ini begitu banyak
orang yang cinta uang hingga melakukan korupsi, perampokan dsb. Maka, tindakan
penormalisasian dosa yang iblis lakukan pada masyarakat Sodom juga dilakukan
iblis pada era modern ini.
Sadar atau tidak,
bahwa generasi kita saat ini bertumbuh sedang dalam proses penormalisasian
LGBT. Saat mereka membuka sosial media (apalagi Instagram, YouTube, TikTok), saat mereka membuka Televisi, saat mereka
berada di tempat-tempat umum, pandangan dan pikiran mereka terus-menerus
disusupi oleh hal-hal berbau LGBT yang bermuculan dimana-mana. Mengapa saya
sampai pada pemikiran demikian?
Ini bermula dari
beberapa waktu lalu saat saya dan keponakan saya duduk bersama-sama sambil scroll sosmed. Saat sedang asik,
beberapa kali saya melirik kearah smartphone
keponakan saya dan saya mendapati beberapa video yang lewat di berandanya
berisi konten-konten biasa, namun dibawakan oleh laki-laki yang bergestur dan
bersifat kemayu (kalau kata banci dirasa kasar). Hal ini terjadi secara
berulang-ulang. Saya mencoba memperhatikan keponakan saya, dan dia terlihat
biasa-biasa saja. Dalam pemikiran saya, jika hal seperti ini berlangsung sejak
anak masih sangat kecil (keponakan saya berusia 8 tahun sekarang), maka bukan tidak mungkin akan terpola dalam otak anak bahwa laki-laki
bersifat kemayu / seperti wanita adalah hal yang normal, karena dia sudah
sering dan banyak melihat yang seperti itu.
Sedangkan saat saya masih kecil hingga remaja, keberadaan laki-laki bersifat kemayu dalam suatu
pergaulan dianggap sebagai suatu anomali dan tidak normal. Ini karena era
dimana saya bertumbuh dari kanak-kanak hingga remaja, otak kami tidak
dinormalisasi untuk menerima hal-hal berbau LGBT sebagai hal biasa / normal
baik lewat tontonan maupun pergaulan. Memang dalam pergaulan masa remaja saya,
ada beberapa teman laki-laki bersifat kemayu, namun itu tidak dianggap normal
(mereka bahkan di-bully karena
berperilaku demikian – hal yang sebenarnya salah juga untuk dilakukan)
Jika konten-konten berisi
makhluk anomali (seperti tung-tung sahur
dsb) saja tidak disarankan oleh para ahli untuk ditonton oleh anak-anak yang
otaknya sedang berkembang dengan alasan dapat menimbulkan brain root (baca : https://www.liputan6.com/regional/read/6105202/bahaya-tersembunyi-konten-anomali-pada-perkembangan-psikologis-anak ) maka konten-konten yang
menampilkan hal yang tidak jelas klasifikasi kelaminnya baik dalam hal
tampilan, gerak-gerik, sisi konten dsb. seharusnya tidak ditonton karena dapat
berpotensi untuk menormalisasikan keberadaan mereka yang mendukung penyimpangan
kelamin dan seksual.
Keberanian kaum LGBT dalam menyatakan diri di depan umum dan penerimaan
akan kehadiran mereka sebagai masyarakat juga menjadi berperan besar dalam
proses normalisasi LGBT. Jika kita yang lahir di era sebelum 2000-an,
kita akan sadar bahwa zaman dahulu hampir-hampir kita tidak dapat menemukan
keberadaan para kaum LGBT. Keberadaan mereka sangat tertutup karena penolakan
masyarakat, stigma buruk dan keberadaan mereka yang dianggap tidak normal.
Namun di era sekarang, sangat mudah untuk melihat mereka di muka umum. Anda
akan dengan mudah menemukan sepasang pria berpegangan tangan mesra di Mall; anda
akan dengan mudah menemukan lelaki kemayu berat menjadi MC pernikahan; anda
akan dengan mudah melihat banci berkeliaran di konten-konten sosmed dan
Televisi sambil melucu. Mereka menjamur, mereka menganggap bahwa keberadaan mereka
itu normal sehingga mereka berani tampil di depan umum. Mengapa? Karena mereka merasa keberadaan mereka telah diterima masyarakat dan
dianggap normal. Mereka menganggap dalam hal seksual, keberadaan mereka sah dan
normal sebagai pihak ketiga setelah kelamin laki-laki dan perempuan. Kaum Gay,
Lesbian dan Biseksual menganggap
perilaku seksual mereka memiliki derajat yang sama dengan kaum heteroseksual,
sehingga mereka dengan berani menunjukkan kelainan seksual mereka. Saat anda menegur perilaku menyimpang yang mereka
lakukan, anda akan dianggap sebagai pembenci, penghasut, pelanggar hak asasi
dll. Padahal Allah sendiri menganggap itu sebagai kekejian :
Im. 18:22 : Janganlah engkau tidur
dengan laki-laki secara orang bersetubuh dengan perempuan, karena itu suatu
kekejian (TB)
Alkitab
versi FAYH : Janganlah kamu bersetubuh dengan orang yang sama jenis
kelaminnya (homoseks), karena hal itu dosa yang sangat keji.
Ul. 22:5 : Seorang perempuan janganlah memakai
pakaian laki-laki dan seorang laki-laki janganlah mengenakan
pakaian perempuan, sebab setiap orang yang melakukan hal ini adalah kekejian bagi TUHAN, Allahmu.
(Dalam peraturan ini, Tuhan menganggap
sebagai suatu kekejian apabila seorang perempuan memakai baju laki-laki; dan
sebaliknya apabila seorang laki-laki memakai baju perempuan. Jika demikian
Tuhan menganggap itu sebagai kekejian, bagaimana dengan laki-laki yang
menganggap dirinya perempuan; dan sebaliknya perempuan menganggap dirinya
laki-laki, sampai berdandan merubah penampilan bahkan sampai operasi kelamin.
Tentu itu dianggap sebagai kekejian dan dosa di mata Tuhan)
Melihat fakta-fakta di atas, bukan tidak mungkin Sodom akan bangkit menjadi suatu peradaban baru oleh
karena normalisasi LGBT yang dilakukan oleh masyarakat kita. Neo Sodom akan lahir jika kita tidak waspada
akan penyimpangan seksual yang dianggap normal, serta berlaku pasif terhadap
betapa massif dan terstrukturnya normalisasi penyimpangan seksual. Normalisasi penyimpangan seksual bisa terjadi dalam keluarga kita (khususnya
anak-anak yang sedang bertumbuh dalam agenda kerja iblis yang berusaha membuat
LGBT menjadi normal); bisa terjadi dalam
Gereja : Pendeta yang tidak tegas menegur dosa LGBT atas dasar kasih dan
hak asasi manusia; atau bahkan pendeta tersebut menjadi pelaku penyimpangan;
guru Sekolah Minggu / anak Sekolah Minggu yang bersikap dan memiliki gestur banci
dan sesama guru Sekolah Minggu yang tidak menegur perilaku menyimpang dari
kawan sepelayanan dan anak Sekolah Minggu; bisa terjadi lewat pergaulan sehari-hari : baik di sekolah, di kantor, di
lingkungan tempat tinggal dan di antara teman-teman sepergaulan : menganggap
normal perilaku seks yang menyimpang dalam pergaulan. Normalisasi penyimpangan
seksual juga bisa terjadi lewat tontonan
dan konten-konten sosmed yang dikonsumsi sehari-hari : menganggap banci-banci
yang membuat konten lucu dan jorok sebagai hal yang menghibur; menganggap
biasa-biasa saja konten-konten penyimpangan seks dalam sosmed; dsb. Hal-hal di
atas merupakan pendukung besar lahirnya Neo Sodom di lingkungan kita, kota kita
bahkan Negara kita.
Melihat apa yang Tuhan lakukan terhadap Sodom
membuat kita sadar bahwa tindakan masyarakat Sodom yang menormalisasikan dosa;
menormalisasikan penyimpangan seksual LGBTmerupakan kekejian dan dosa besar di
mata Tuhan. Kita dapat melihat
bahwa Lot yang adalah orang benar sekalipun, turut menerima akibat dari
perbuatan menormalisasikan dosa yang dilakukan orang Sodom. Ini berarti, kita
sebagai orang percaya pun akan turut menerima ganjaran karena kita
nyaman-nyaman saja tinggal di antara orang-orang yang hidup dalam dosa
(walaupun kita tidak terlibat dalam dosa-dosa tersebut). Karena itu, janganlah menjadi biasa-biasa saja jika disekitar kita
melakukan pewajaran terhadap dosa.
Apa
tindakah kita terhadap gerakan Neo Sodom?
Satu-satunya cara yang dapat kita lakukan adalah : melawan
semangat Neo Sodom tersebut. Bagi para pelaku LGBT dan orang-orang normal yang
menormalisasikan LGBT, (mungkin) mereka tidak sadar bahwa mereka ada dalam
agenda iblis untuk mengulang kembali dosa Sodom di era modern ini. Ini semua diakibatkan
karena ketidakpedulian mereka terhadap Firman Tuhan. Jika mereka serius dan
peduli pada Firman Tuhan, maka mereka akan dengan sadar meninggalkan dosa LGBT
serta menolak penormalisasian LGBT dalam kehidupan sehari-hari. Inti dari
semua ini adalah : percaya dan beriman
dengan sungguh pada Kristus, berserah pada tuntunan Roh Kudus dan taat dengan
penuh pada Fiman Tuhan. Dalam misi melawan semangat Neo Sodom melalui normalisasi LGBT, hal-hal yang dapat
kita lakukan adalah dengan :
1. Tidak mendukung
tindakan berbau LGBT dalam rupa apapun,
baik konten maupun tontonan yang berbau LGBT dan melibatkan para pelaku
penyimpangan seksual maupun profesi-profesi yang melibatkan pelaku penyimpangan
seksual. Jangan merasa lucu,terhibur dan mendukung para pelaku dunia konten hiburan
yang memiliki bahkan mengumbar penyimpangan seksual mereka. Hal-hal seperti ini
haruslah ditolak dengan serius dari kehidupan bermasyarakat.
2. Memperhatikan dengan
cermat tontonan anak-anak / adik-adik kita yang masih kecil agar supaya mereka terhindar dari hal-hal berbau LGBT.
Berikan penjelasan kepada mereka (sesuai
umur mereka) mengenai dosa penyimpangan
seksual, bahwa hal-hal tersebut bukan hanya abnormal, melainkan dosa yang
dibenci Tuhan.
3. Jika ada anak / saudara / teman kita yang cenderung
memiliki / bahkan sudah memiliki penyimpangan seksual (baik banci, maupun Gay
dan Lesbian), janganlah membenci mereka (walau terkadang tak dapat dipungkiri,
kita sangat jengkel terhadap para banci dan kaum LGBT lainnya). Jangan
menganggap itu hal biasa. Kita harus memberi teguran sejak dini dan terus
menerus dengan dasar Firman Tuhan. Jangan tinggalkan itu bertumbuh menjadi
hal biasa dan normal bagi mereka bahkan bagi kita. Teruslah menegur dan
biarkanlah Firman Tuhan menggugat hati mereka akan dosa mereka. Doakanlah mereka
agar Roh Kudus bekerja dalam hati mereka sehingga mereka sadar bahwa mereka ada
dalam kondisi yang tidak normal bahkan dalam kondisi yang berdosa, sehingga
mereka harus bertobat. Teguran dan doa kita akan membuat mereka tidak merasa
nyaman akan kondisi mereka tersebut.
4. Dalam hal pelayanan, saya sering melihat Guru Sekolah Minggu yang memiliki gestur dan sifat banci. Bagi saya, jika kita melibatkan orang-orang yang memiliki indikasi banci dalam pelayanan, maka kita sedang membahayakan masa depan anak-anak Sekolah Minggu. Anak sekolah minggu menerima pengajaran dan teladan dari para Guru Sekolah Minggu. Jika dalam kegiatan Sekolah Minggu mereka melihat guru mereka yang bersifat demikian, maka bukan tidak mungkin mereka akan menganggap itu adalah hal patut dan normal. Dalam kasus seperti ini, alangkah baiknya untuk tegas memberhentikan Guru Sekolah Minggu yang memiliki indikasi banci demi kebaikan anak-anak. Mungkin dapat melakukan bimbingan kepada mereka (jika mereka bersedia) dan mengembalikan mereka dalam pelayanan jika mereka sudah dapat bertobat.
Jangan pernah
menganggap dosa sebagai hal normal, jika dosa sudah matang maka dia akan
mendatangkan maut
Yak.1:14-15 – (14)Tetapi
tiap-tiap orang dicobai oleh keinginannya sendiri, karena ia diseret dan
dipikat olehnya. (15) Dan apabila keinginan itu telah dibuahi, ia melahirkan
dosa; dan apabila dosa itu sudah matang, ia melahirkan
maut.
Sodom bisa menjadi kota yang penuh dengan dosa oleh karena dosa dianggap biasa dan normal. Penduduk Sodom melakukan dosa sejak dari muda oleh karena normalisasi akan dosa tersebut. Dosa dianggap hal biasa oleh mereka. Hal ini pada akhirnya membuat Tuhan membinasakan seluruh kota ini. Ingatlah bahwa iblis yang adalah penyebab semua ini, tidak hanya mengerjakan pekerjaan jahat ini hanya pada kaum Sodom pada zaman Lot, tetapi dia juga melakukannya pada zaman sekarang – era kita masa kini - dengan cara yang lebih baru, lebih modern dan lebih canggih. Jika kita berdiam diri dan tidak bertindak, maka normalisasi akan dosa LGBT bisa terjadi disekitar lingkungan tempat tiggal kita, sekolah kita, kantor kita, kota kita bahkan negara kita. Neo Sodom - Sodom yang baru, semangat kota Sodom akan bangkit kembali jika kita yang mengetahui kebenaran ini diam.
Jadilah kuat dengan tetap berdoa, tunduk kepada Allah –
dan lawanlah segala bentuk normalisasi dosa agar jangan ada lagi Sodom yang
berdiri di era kita.
Amin.
Bacaan rujukan : LGBT (Dari sudut pandang Alkitab) - https://charlesdubu.blogspot.com/2023/10/lgbt-dari-sudut-pandang-alkitab.html?m=0
(Tulisan ini belumlah sempurna dalam segala sisi dan aspek. jika usul / saran / hal yang ingin didiskusikan mengenai tulisan ini, dapat dikirim melalui email : dubucharles@gmail.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar