Rabu, 20 Agustus 2025

WASPADA NEO SODOM!

 


NEO SODOM. Pernah dengar? Mungkin pernah, mungkin tidak. Kalimat ini baru muncul di otak saya saat mendapatkan ide untuk membuat tulisan ini. Lalu apa arti kata Neo Sodom?

Neo Sodom terdiri dari dua kata, yaitu Neo dan Sodom. Menurut KBBI, Neo berarti : baru, atau merupakan awalan yang menunjukkan pembaharuan atau penghidupan kembali sesuatu yang sudah ada. Secara sederhana, Neo berarti tindakan untuk menghidupkan kembali suatu hal / kondisi / faham / kebiasaan yang sudah lama mati / punah. Contoh : Neo PKI : tindakan / upaya untuk menghidupkan kembali semangat atau paham dari Partai Komunis Indonesia yang telah mati sejak 1965. Sedangkan Sodom sendiri adalah kota dalam cerita Alkitab yang dimusnahkan Tuhan karena kejahatan penduduknya (Kej.19:1-29). Jika kita melihat dan menggabungkan kedua kata tersebut sesuai definisi di atas, maka Neo Sodom berarti : Sodom yang baru.atau bisa juga berarti : tindakan / upaya untuk menghidupkan kembali semangat kota Sodom.

Lalu apa hubungannya dengan kehidupan kita saat ini? Apakah ada Sodom yang baru yang sedang terbentuk di dunia modern ini? Ataukah ada gerakan yang sedang berusaha untuk menghidupkan kembali semangat masyarakat Sodom di era modern ini?

Saya tidak bisa menelusuri sampai kesana. Dua hal di atas mungkin bisa saja terjadi, bisa juga tidak – tergantung agenda para kaum LGBT di seluruh pelosok dunia ini. Yang ingin saya soroti adalah : satu hal / kebiasaan yang mungkin tidak kita sadari disekitar kita, yang dapat membangkitkan kembali semangat kota Sodom tanpa kita sadari di era modern ini. Lalu apakah hal / kebiasaan tersebut?

Jika kita membaca mengenai kisah Lot melindungi dua malaikat yang ingin  diperkosa oleh orang-orang Sodom, ada hal yang cukup mengejutkan. Perhatikan ayat ini :

Kej. 19:4 Tetapi sebelum mereka tidur, orang-orang lelaki dari kota Sodom itu, dari yang muda sampai yang tua, bahkan seluruh kota, tidak ada yang terkecuali, datang mengepung rumah itu.

Mengenai para lelaki yang ingin melakukan pelecehan kepada dua laki-laki asing yang adalah malaikat Tuhan tersebut, Alkitab mengatakan bahwa : mereka dari yang muda sampai tua, dari seluruh kota tanpa terkecuali.

Mari kita berimajinasi sejenak.

Sepertinya Sodom bukanlah sebuah kota yang sangat besar seperti kota modern saat ini. Menurut Ev. David Tong dalam tulisannya : Tuhan dengan umat Tuhan ( https://www.griikg.org/tuhan-dengan-umat-tuhan-ku-2/ ), kota Sodom hanyalah kota kecil yang diprediksi oleh para arkeolog hanya terdiri dari 600 – 1200 orang saja (Dalam Yos. 8:25, dikatakan bahwa jumlah keseluruhan penduduk Kota Ai yang dimusnahkan oleh Yosua dan bangsa Israel adalah 12000 orang).  Angka  ini bahkan tidak memenuhi jumlah satu Kecamatan di era modern ini (catatan BPS Kota Kupang, Kec. Maulafa saja terdiri dari 109.993 jiwa). Jadi, kita mungkin bisa menggambarkan Sodom dengan besaran satu Kelurahan. Dapatkah teman-teman membayangkan, dalam satu Kelurahan (contoh : Kelurahan Oepura) yang seluruh kaum prianya, baik muda maupun tua adalah gay / Biseksual? Bukankah ini mengerikan? Jangankan satu Kelurahan, jika ada satu RT bahkan satu gang saja di dekat kediaman kita yang seluruh kaum prianya baik muda maupun tua adalah gay / biseksual, bukankah ini mengerikan? Memang disekitar kita saat ini tidak demikian, namun faktanya pernah terjadi di Sodom pada zaman Lot. Lalu, bagaimana bisa terjadi : satu kota seluruh penduduk laki-lakinya memiliki perilaku seksual menyimpang?

Tentu ada banyak hal yang dapat membuat Sodom menjadi demikian. Namun ada satu hal penyebab penduduk Sodom menjadi Gay / Biseksual yang ingin saya sorot dalam tulisan saya kali ini, yang mungkin lolos dari pengamatan para pembaca yaitu : NORMALISASI PENYIMPANGAN. Normalisasi sendiri merupakan suatu tindakan / proses untuk membuat sesuatu menjadi normal. Contoh tidakan normalisasi: Tindakan memaki / mengumpat bukanlah suatu tindakan yang normal untuk dilakukan karena bertentangan dengan norma-norma kesopanan. Namun seorang anak yang bertumbuh dalam keluarga yang suka memaki (ayah memaki ibu, lalu ibu membalas memaki ayah dan orangtua memaki anak-anak) menjadikan anak itu menganggap makian sebagai hal normal karena sering dilakukan di rumah. Ini adalah normalisasi idakan memaki / mengumpat.

Bagaimana seluruh penduduk Sodom dapat menjadi biseksual seperti demikian? Tentu karena tindakan normalisasi. Saat anak-anak Sodom dilahirkan, mereka bertumbuh dengan  melihat kebiasaan orangtua, saudara, tetangga dan seluruh kota melakukan penyimpangan seks (bahkan mereka mungkin diajarkan untuk melakukan hal demikian karena dianggap wajar dan normal). Mereka terbiasa melihat kebiasaan-kebiasaan seksual yang menyimpang, sehingga hal yang sebenarnya menyimpang / abnormal lama-kelamaan menjadi suatu hal yang normal dan biasa-biasa saja bagi mereka serta hubungan seksual yang sebenarnya tidak wajar menjadi wajar bagi mereka. Inilah yang menyebabkan munculnya suatu keseluruhan masyarakat yang utuh dalam penyimpangan seksual.

Dalam masyarakat modern, iblis berupaya untuk melakukan penormalisasian dosa melalui banyak cara. Sadar atau tidak, normalisasi yang terjadi pada kota Sodom saat ini sudah berlangsung dalam kehidupan modern, sehingga potensi “Neo Sodom” bisa saja terjadi.

Apa dasar saya menulis demikian?

Iblis dapat menggoda manusia dengan dosa dan cara yang sama sejak dari zaman purba hingga zaman modern. Jika Iblis pernah menjatuhkan Kain dengan perasaan iri, maka hingga hari ini iblis juga masih menyerang manusia dengan rasa iri. Jika Daud jatuh dalam dosa perzinahan, maka hingga saat ini iblis tetap memakai dosa zinah untuk menyerang pasangan suami istri. Jika Yudas binasa karena cinta uang, maka hingga saat ini begitu banyak orang yang cinta uang hingga melakukan korupsi, perampokan dsb. Maka, tindakan penormalisasian dosa yang iblis lakukan pada masyarakat Sodom juga dilakukan iblis pada era modern ini.

Sadar atau tidak, bahwa generasi kita saat ini bertumbuh sedang dalam proses penormalisasian LGBT. Saat mereka membuka sosial media (apalagi Instagram, YouTube, TikTok),  saat mereka membuka Televisi, saat mereka berada di tempat-tempat umum, pandangan dan pikiran mereka terus-menerus disusupi oleh hal-hal berbau LGBT yang bermuculan dimana-mana. Mengapa saya sampai pada pemikiran demikian?

Ini bermula dari beberapa waktu lalu saat saya dan keponakan saya duduk bersama-sama sambil scroll sosmed. Saat sedang asik, beberapa kali saya melirik kearah smartphone keponakan saya dan saya mendapati beberapa video yang lewat di berandanya berisi konten-konten biasa, namun dibawakan oleh laki-laki yang bergestur dan bersifat kemayu (kalau kata banci dirasa kasar). Hal ini terjadi secara berulang-ulang. Saya mencoba memperhatikan keponakan saya, dan dia terlihat biasa-biasa saja. Dalam pemikiran saya, jika hal seperti ini berlangsung sejak anak masih sangat kecil (keponakan saya berusia 8 tahun sekarang), maka bukan tidak mungkin akan terpola dalam otak anak bahwa laki-laki bersifat kemayu / seperti wanita adalah hal yang normal, karena dia sudah sering dan banyak melihat yang seperti itu. Sedangkan saat saya masih kecil hingga remaja, keberadaan  laki-laki bersifat kemayu dalam suatu pergaulan dianggap sebagai suatu anomali dan tidak normal. Ini karena era dimana saya bertumbuh dari kanak-kanak hingga remaja, otak kami tidak dinormalisasi untuk menerima hal-hal berbau LGBT sebagai hal biasa / normal baik lewat tontonan maupun pergaulan. Memang dalam pergaulan masa remaja saya, ada beberapa teman laki-laki bersifat kemayu, namun itu tidak dianggap normal (mereka bahkan di-bully karena berperilaku demikian – hal yang sebenarnya salah juga untuk dilakukan)

Jika konten-konten berisi makhluk anomali (seperti tung-tung sahur dsb) saja tidak disarankan oleh para ahli untuk ditonton oleh anak-anak yang otaknya sedang berkembang dengan alasan dapat menimbulkan brain root (baca : https://www.liputan6.com/regional/read/6105202/bahaya-tersembunyi-konten-anomali-pada-perkembangan-psikologis-anak ) maka konten-konten yang menampilkan hal yang tidak jelas klasifikasi kelaminnya baik dalam hal tampilan, gerak-gerik, sisi konten dsb. seharusnya tidak ditonton karena dapat berpotensi untuk menormalisasikan keberadaan mereka yang mendukung penyimpangan kelamin dan seksual.

Keberanian kaum LGBT dalam menyatakan diri di depan umum dan penerimaan akan kehadiran mereka sebagai masyarakat juga menjadi berperan besar dalam proses normalisasi LGBT.  Jika kita yang lahir di era sebelum 2000-an, kita akan sadar bahwa zaman dahulu hampir-hampir kita tidak dapat menemukan keberadaan para kaum LGBT. Keberadaan mereka sangat tertutup karena penolakan masyarakat, stigma buruk dan keberadaan mereka yang dianggap tidak normal. Namun di era sekarang, sangat mudah untuk melihat mereka di muka umum. Anda akan dengan mudah menemukan sepasang pria berpegangan tangan mesra di Mall; anda akan dengan mudah menemukan lelaki kemayu berat menjadi MC pernikahan; anda akan dengan mudah melihat banci berkeliaran di konten-konten sosmed dan Televisi sambil melucu. Mereka menjamur, mereka menganggap bahwa keberadaan mereka itu normal sehingga mereka berani tampil di depan umum. Mengapa? Karena mereka merasa keberadaan mereka telah diterima masyarakat dan dianggap normal. Mereka menganggap dalam hal seksual, keberadaan mereka sah dan normal sebagai pihak ketiga setelah kelamin laki-laki dan perempuan. Kaum Gay, Lesbian dan Biseksual  menganggap perilaku seksual mereka memiliki derajat yang sama dengan kaum heteroseksual, sehingga mereka dengan berani menunjukkan kelainan seksual mereka. Saat anda menegur perilaku menyimpang yang mereka lakukan, anda akan dianggap sebagai pembenci, penghasut, pelanggar hak asasi dll. Padahal Allah sendiri menganggap itu sebagai kekejian :

Im. 18:22 : Janganlah engkau tidur dengan laki-laki secara orang bersetubuh dengan perempuan, karena itu suatu kekejian (TB)

Alkitab versi FAYH : Janganlah kamu bersetubuh dengan orang yang sama jenis kelaminnya (homoseks), karena hal itu dosa yang sangat keji.

Ul. 22:5 : Seorang perempuan janganlah memakai pakaian laki-laki dan seorang laki-laki janganlah mengenakan pakaian perempuan, sebab setiap orang yang melakukan hal ini adalah kekejian bagi TUHAN, Allahmu.

(Dalam peraturan ini, Tuhan menganggap sebagai suatu kekejian apabila seorang perempuan memakai baju laki-laki; dan sebaliknya apabila seorang laki-laki memakai baju perempuan. Jika demikian Tuhan menganggap itu sebagai kekejian, bagaimana dengan laki-laki yang menganggap dirinya perempuan; dan sebaliknya perempuan menganggap dirinya laki-laki, sampai berdandan merubah penampilan bahkan sampai operasi kelamin. Tentu itu dianggap sebagai kekejian dan dosa di mata Tuhan)

Melihat fakta-fakta di atas, bukan tidak mungkin Sodom akan bangkit menjadi suatu peradaban baru oleh karena normalisasi LGBT yang dilakukan oleh masyarakat kita. Neo Sodom akan lahir jika kita tidak waspada akan penyimpangan seksual yang dianggap normal, serta berlaku pasif terhadap betapa massif dan terstrukturnya normalisasi penyimpangan seksual. Normalisasi penyimpangan seksual bisa terjadi dalam keluarga kita (khususnya anak-anak yang sedang bertumbuh dalam agenda kerja iblis yang berusaha membuat LGBT menjadi normal); bisa terjadi dalam Gereja : Pendeta yang tidak tegas menegur dosa LGBT atas dasar kasih dan hak asasi manusia; atau bahkan pendeta tersebut menjadi pelaku penyimpangan; guru Sekolah Minggu / anak Sekolah Minggu yang bersikap dan memiliki gestur banci dan sesama guru Sekolah Minggu yang tidak menegur perilaku menyimpang dari kawan sepelayanan dan anak Sekolah Minggu; bisa terjadi lewat pergaulan sehari-hari : baik di sekolah, di kantor, di lingkungan tempat tinggal dan di antara teman-teman sepergaulan : menganggap normal perilaku seks yang menyimpang dalam pergaulan. Normalisasi penyimpangan seksual juga bisa terjadi lewat tontonan dan konten-konten sosmed yang dikonsumsi sehari-hari : menganggap banci-banci yang membuat konten lucu dan jorok sebagai hal yang menghibur; menganggap biasa-biasa saja konten-konten penyimpangan seks dalam sosmed; dsb. Hal-hal di atas merupakan pendukung besar lahirnya Neo Sodom di lingkungan kita, kota kita bahkan Negara kita.

Melihat apa yang Tuhan lakukan terhadap Sodom membuat kita sadar bahwa tindakan masyarakat Sodom yang menormalisasikan dosa; menormalisasikan penyimpangan seksual LGBTmerupakan kekejian dan dosa besar di mata Tuhan. Kita dapat melihat bahwa Lot yang adalah orang benar sekalipun, turut menerima akibat dari perbuatan menormalisasikan dosa yang dilakukan orang Sodom. Ini berarti, kita sebagai orang percaya pun akan turut menerima ganjaran karena kita nyaman-nyaman saja tinggal di antara orang-orang yang hidup dalam dosa (walaupun kita tidak terlibat dalam dosa-dosa tersebut). Karena itu, janganlah menjadi biasa-biasa saja jika disekitar kita melakukan pewajaran terhadap dosa.

Apa tindakah kita terhadap gerakan Neo Sodom?

Satu-satunya cara yang dapat kita lakukan adalah : melawan semangat Neo Sodom tersebut. Bagi para pelaku LGBT dan orang-orang normal yang menormalisasikan LGBT, (mungkin) mereka tidak sadar bahwa mereka ada dalam agenda iblis untuk mengulang kembali dosa Sodom di era modern ini. Ini semua diakibatkan karena ketidakpedulian mereka terhadap Firman Tuhan. Jika mereka serius dan peduli pada Firman Tuhan, maka mereka akan dengan sadar meninggalkan dosa LGBT serta menolak penormalisasian LGBT dalam kehidupan sehari-hari. Inti dari semua ini adalah : percaya dan beriman dengan sungguh pada Kristus, berserah pada tuntunan Roh Kudus dan taat dengan penuh pada   Fiman Tuhan. Dalam misi melawan semangat Neo Sodom  melalui normalisasi LGBT, hal-hal yang dapat kita lakukan adalah dengan :

1.    Tidak mendukung tindakan berbau LGBT dalam rupa apapun, baik konten maupun tontonan yang berbau LGBT dan melibatkan para pelaku penyimpangan seksual maupun profesi-profesi yang melibatkan pelaku penyimpangan seksual. Jangan merasa lucu,terhibur dan mendukung para pelaku dunia konten hiburan yang memiliki bahkan mengumbar penyimpangan seksual mereka. Hal-hal seperti ini haruslah ditolak dengan serius dari kehidupan bermasyarakat.

2.    Memperhatikan dengan cermat tontonan anak-anak / adik-adik kita yang masih kecil agar supaya mereka terhindar dari hal-hal berbau LGBT. Berikan penjelasan kepada mereka  (sesuai umur mereka) mengenai  dosa penyimpangan seksual, bahwa hal-hal tersebut bukan hanya abnormal, melainkan dosa yang dibenci Tuhan.

3.    Jika ada anak / saudara / teman kita yang cenderung memiliki / bahkan sudah memiliki penyimpangan seksual (baik banci, maupun Gay dan Lesbian), janganlah membenci mereka (walau terkadang tak dapat dipungkiri, kita sangat jengkel terhadap para banci dan kaum LGBT lainnya). Jangan menganggap itu hal biasa. Kita harus memberi teguran sejak dini dan terus menerus dengan dasar Firman Tuhan. Jangan tinggalkan itu bertumbuh menjadi hal biasa dan normal bagi mereka bahkan bagi kita. Teruslah menegur dan biarkanlah Firman Tuhan menggugat hati mereka akan dosa mereka. Doakanlah mereka agar Roh Kudus bekerja dalam hati mereka sehingga mereka sadar bahwa mereka ada dalam kondisi yang tidak normal bahkan dalam kondisi yang berdosa, sehingga mereka harus bertobat. Teguran dan doa kita akan membuat mereka tidak merasa nyaman akan kondisi mereka tersebut.

4.    Dalam hal pelayanan, saya sering melihat Guru Sekolah Minggu yang memiliki gestur dan sifat banci. Bagi saya, jika kita melibatkan orang-orang yang memiliki indikasi banci dalam pelayanan, maka kita sedang membahayakan masa depan anak-anak Sekolah Minggu. Anak sekolah minggu menerima pengajaran dan teladan dari para Guru Sekolah Minggu. Jika dalam kegiatan Sekolah Minggu mereka melihat guru mereka yang bersifat demikian, maka bukan tidak mungkin mereka akan menganggap itu adalah hal patut dan  normal. Dalam kasus seperti ini, alangkah baiknya untuk tegas memberhentikan Guru Sekolah Minggu yang memiliki indikasi banci demi kebaikan anak-anak. Mungkin dapat melakukan bimbingan kepada mereka (jika mereka bersedia) dan mengembalikan mereka dalam pelayanan jika mereka sudah dapat bertobat.

Jangan pernah menganggap dosa sebagai hal normal, jika dosa sudah matang maka dia akan mendatangkan maut

Yak.1:14-15 – (14)Tetapi tiap-tiap orang dicobai oleh keinginannya sendiri, karena ia diseret dan dipikat olehnya. (15) Dan apabila keinginan itu telah dibuahi, ia melahirkan dosa; dan apabila dosa itu sudah matang, ia melahirkan maut.

Sodom bisa menjadi kota yang penuh dengan dosa oleh karena dosa dianggap biasa dan normal. Penduduk Sodom melakukan dosa sejak dari muda oleh karena normalisasi akan dosa tersebut. Dosa dianggap hal biasa oleh mereka. Hal ini pada akhirnya membuat Tuhan membinasakan seluruh kota ini. Ingatlah bahwa iblis yang adalah penyebab semua ini, tidak hanya mengerjakan pekerjaan jahat ini hanya pada kaum Sodom pada zaman Lot, tetapi dia juga melakukannya pada zaman sekarang – era kita masa kini - dengan cara yang lebih baru, lebih modern dan lebih canggih. Jika kita berdiam diri dan tidak bertindak, maka normalisasi akan dosa LGBT bisa terjadi disekitar lingkungan tempat tiggal kita, sekolah kita, kantor kita, kota kita bahkan negara kita. Neo Sodom -  Sodom yang baru, semangat kota Sodom akan bangkit kembali jika kita yang mengetahui kebenaran ini diam.

Jadilah kuat dengan tetap berdoa, tunduk kepada Allah – dan lawanlah segala bentuk normalisasi dosa agar jangan ada lagi Sodom yang berdiri di era kita.

Amin.

Bacaan rujukan : LGBT (Dari sudut pandang Alkitab) - https://charlesdubu.blogspot.com/2023/10/lgbt-dari-sudut-pandang-alkitab.html?m=0

(Tulisan ini belumlah sempurna dalam segala sisi dan aspek. jika usul / saran /  hal yang ingin didiskusikan mengenai tulisan ini, dapat dikirim melalui email : dubucharles@gmail.com)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar