Rabu, 28 Juni 2023

PAULUS, FILEMON & ONESIMUS (Filemon 1:8-22) - Belajar dari sikap Paulus dalam menghadapi perselisihan Filemon dan Onesimus



Surat kepada Filemon ini ditulis oleh Rasul Paulus saat dia berada di dalam penjara, dimana dia dipenjarakan karena menyebarkan Injil Kristus (ay.9). Dalam surat ini, tampak Paulus membicarakan perihal hubunganya antara dirinya dengan Filemon dan Onesimus, serta hubungan antara Filemon dan Onesimus. Filemon sendiri adalah rekan sepelayanan Paulus dalam menginjili (ay.1), sedangkan Onesimus adalah hamba atau pelayan dari Filemon. Melalui surat ini, kita dapat mengetahui  bahwa rupanya ada pertikaian antara Filemon dengan Onesimus, sehingga menyebabkan Onesimus dipenjarakan. Tidak jelas pertikaian apakah itu, namun tampaknya Onesimus berlaku curang terhadap Filemon, sehingga menimbulkan kerugian bagi Filemon (ay.18).

Fil.1:18 Dan kalau dia sudah merugikan engkau ataupun berhutang padamu, tanggungkanlah semuanya itu kepadaku--

Dalam suratnya, rupanya Paulus ingin agar Filemon mengampuni Onesimus atas segala kesalahannya, serta menerima Onesimus untuk kembali kepadanya, bukan sebagai hamba namun sebagai saudara yang dikasihi (ay.15-16)

Flm. 1:15 Sebab mungkin karena itulah dia dipisahkan sejenak dari padamu, supaya engkau dapat menerimanya untuk selama-lamanya,

Flm. 1:16 bukan lagi sebagai hamba, melainkan lebih dari pada hamba, yaitu sebagai saudara yang kekasih, bagiku sudah demikian, apalagi bagimu, baik secara manusia maupun di dalam Tuhan.

Dengan surat ini, Paulus berusaha mendamaikan Filemon dan Onesimus. Lalu, apa yang dapat kita pelajari dari Paulus melalui surat ini?

1.     Sebagai orang Kristen, kita harus menjadi tempat yang dapat memberikan solusi bagi sesama. Sebagai pribadi maupun komunitas -  bahkan sebagai Gereja – kita harus dapat menjadi tempat bagi sesama untuk menemukan jalan keluar yang sesuai dengan kehendak Allah. Saat ada sesama yang menghadapi masalah dan datang kepada kita, janganlah kita justru menambah beban kepada mereka, atau memberi solusi yang tidak sesuai kehendak Tuhan. Tuhan Yesus pernah mengecam para ahli Taurat, karena saat umat Tuhan memiliki masalah mengenai dosa dan membutuhkan ajaran yang benar, mereka bukannya memberi solusi mengenai masalah tersebut namun mereka justru membebani umat Tuhan dengan peraturan-peraturan yang berat dan menghalangi umat Tuhan untuk menerima kebenaran dan solusi akan masalah dosa tersebut. Dengan demikian, umat Tuhan tidak mendapatkan solusi akan masalah mereka; sebaliknya itu memberatkan mereka

Luk.11:46 Tetapi Ia menjawab: "Celakalah kamu juga, hai ahli-ahli Taurat, sebab kamu meletakkan beban-beban yang tak terpikul pada orang, tetapi kamu sendiri tidak menyentuh beban itu dengan satu jaripun.

Luk.11:52 Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat, sebab kamu telah mengambil kunci pengetahuan; kamu sendiri tidak masuk ke dalam dan orang yang berusaha untuk masuk ke dalam kamu halang-halangi."

Alkitab juga pernah menceritakan persahabatan antara Amnon dan Yonadab, dimana saat Amnon menghadapi masalah percintaan, Yonadab memberi  solusi yang tidak sesuai dengan kehendak Tuhan, sehingga menyebabkan Amnon jatuh dalam dosa percabulan terhadap saudarinya, serta terjadi perpecahan dalam keluarga Raja Daud (baca 2 Sam.13:1-20).

Sebaliknya kita harus belajar dari Paulus, dimana dia memberikan solusi kepada Filemon dan Onesimus sesuai dengan kehendak Tuhan, yaitu untuk saling mengampuni (bdk.Mat.18:21-35). Solusi yang sesuai dengan kehendak Tuhan akan mendatangkan kebaikan kepada sesama  kita yang datang kepada kita. Sedangkan solusi yang tidak sesuai dengan kehendak Tuhan, akan mendatangkan keburukan bagi bagi sesama kita dan menjadikan itu sebagai kekejian di mata Tuhan.

2.   Sebagai orang Kristen, kita harus menjadi duta perdamaian bagi sesama kita serta lingkungan tempat kita berada. Ini adalah kehendak Tuhan bagi kita, agar kita membawa damai dan hidup dalam damai dengan sesama.

1 Kor. 14:33 Sebab Allah tidak menghendaki kekacauan, tetapi damai sejahtera.

 

2 Kor. 13:11. Akhirnya, saudara-saudaraku, bersukacitalah, usahakanlah dirimu supaya sempurna. Terimalah segala nasihatku! Sehati sepikirlah kamu, dan hiduplah dalam damai sejahtera; maka Allah, sumber kasih dan damai sejahtera akan menyertai kamu!


1 Tes. 5:13 dan supaya kamu sungguh-sungguh menjunjung mereka dalam kasih karena pekerjaan mereka. Hiduplah selalu dalam damai seorang dengan yang lain.

Tuhan sendiri menginginkan kita agar sebisa mungkin perdamaian itu harus selalu datang / diusahakan dari dalam diri kita.

Rom. 12:17 Janganlah membalas kejahatan dengan kejahatan; lakukanlah apa yang baik bagi semua orang!

Rom. 12:18 Sedapat-dapatnya, kalau hal itu bergantung padamu, hiduplah dalam perdamaian dengan semua orang!

Bahkan  dari bacaan ini, kita dapat melihat bahwa Paulus sendiri siap menanggung kerugian asalkan Filemon dan Onesimus dapat berdamai.

Flm.1:18 Dan kalau dia sudah merugikan engkau ataupun berhutang padamu, tanggungkanlah semuanya itu kepadaku--

Flm.1:19 aku, Paulus, menjaminnya dengan tulisan tanganku sendiri: Aku akan membayarnya--agar jangan kukatakan: "Tanggungkanlah semuanya itu kepadamu!" --karena engkau berhutang padaku, yaitu dirimu sendiri.

 

Bukankah sikap Paulus ini sama seperti Tuhan Yesus yang harus rela menderita agar kita dapat diperdamaikan dengan Allah Bapa?

Kita menjadi pembawa damai, juga karena kita hidup seperti Tuhan Yesus yang datang ke dalam dunia untuk membawa perdamaian.

Rom. 5:10 Sebab jikalau kita, ketika masih seteru, diperdamaikan dengan Allah oleh kematian Anak-Nya, lebih-lebih kita, yang sekarang telah diperdamaikan, pasti akan diselamatkan oleh hidup-Nya!

 

Rom. 5:11 Dan bukan hanya itu saja! Kita malah bermegah dalam Allah oleh Yesus Kristus, Tuhan kita, sebab oleh Dia kita telah menerima pendamaian itu.


Saat kita mebawa perdamaian bagi sesama dan lingkungan kita, maka sifat Kristus ada dalam kita, dan sebagaimana Kristus adalah anak Allah, maka kita juga akan disebut anak Allah oleh karena perbuatan kita sebagai pembawa damai.

 

Mat. 5:9 Berbahagialah orang yang membawa damai, karena mereka akan disebut anak-anak Allah.  

 

Lalu jika pembawa damai dikatakan sebagai anak-anak Allah, bagaimana dengan orang yang tidak membawa damai / orang yang menimbulkan perpecahan / perkelahian / orang yang suka mengadu domba? Tentu mereka adalah anak-anak iblis, karena salah satu sifat iblis adalah menghancurkan perdamaian dan menimbulkan perpecahan / pemusuhan / perselisihan.  Kisah pencobaan iblis kepada Adam dan Hawa (baca Kej.3:1-5), kisah iblis mengadu-domba Tuhan dengan Ayub (baca Ayub pasal 1 dan 2) adalah contoh sifat iblis yang suka menghancurkan perdamaian dan menimbulkan perpecahan / pemusuhan / perselisihan. Demikianlah kita sebagai anak Allah, kita harus hidup sebagaimana seorang anak Allah seharusnya hidup – dengan meneladani Kristus – yaitu menjadi pembawa damai / duta perdamaian. Menjadi duta perdamaian tidak harus kita mulai dengan hal besar seperti mendamaikan dua Negara yang berperang, namun kita dapat  mulai dari keseharian kita – seperti mendamaikan sesama yang berselisih, dan membawa suasana damai di lingkungan tempat kita tinggal.

 

Inilah pelajaran yang dapat kita ambil dari Paulus saat menghadapi perselisihan antara Filemon dan Onesimus. Kita harus bisa menjadi tempat untuk sesama kita yang bermasalah untuk mendapatkan solusi yang sesuai dengan kehendak Tuhan, serta menjadi pembawa damai bagi sesama serta lingkungan dimana kita berada.

 

AMIN

Tidak ada komentar:

Posting Komentar