Senin, 17 November 2025

DOA SYAFAAT DALAM LAGU

 


DOA SYAFAAT DALAM LAGU

Ada pertemuan, ada perpisahan. Itu merupakan hal yang lumrah dalam kehidupan. Saat seseorang lahir ke dunia, dia bertemu dengan kedua orangtuanya untuk pertama kalinya. Seiring berjalannya waktu, umur semakin bertambah, orangtua semakin menua dan pada akhirnya wafat. Saat orangtua wafat, ini menjadi perpisahan yang sangat menyedihkan. Begitu juga saat kita pergi ke gereja untuk beribadah. Saat kita tiba di gereja pada hari Minggu, kita bertemu dengan saudara-saudara seiman yang bersepakat untuk beribadah bersama dalam hadirat Tuhan. Setelah ibadah selesai, kita akan berpisah dengan mereka, kembali ke kehidupan masing-masing. Hal yang sama berlaku di kantor, dalam pertemuan keluarga, pertemuan dengan sahabat dsb. Artinya, perpisahan merupakan suatu kondisi yang tak dapat kita hindari selagi kita masih berada dalam dunia.

Berbicara soal perpisahan, tahukah teman-teman bahwa ada suatu himne Kristen indah yang diciptakan khusus untuk suatu perpisahan? Ada suatu himne tua yang diciptakan oleh seorang pendeta  bersama seorang musisi untuk mengiringi suatu perpisahan dalam suatu pertemuan. Begini kisahnya.

Ada seorang Pendeta yang bernama Jeremiah Rankin ingin memiliki sebuah lagu yang dapat dipakai jemaat setiap kali berpisah seusai ibadah. Pada tahun 1882 menulis sebuah lirik yang berisi  kalimat – kalimat perpisahan. 

Jeremiah Eanes Rankin (1828-1904)

Usai menulis lirik, Rankin mengirimkan lirik tersebut kepada dua orang penggubah lagu. Yang pertama dia kirimkan kepada seorang penggubah lagu terkenal (tidak disebutkan namanya dalam sejarah). Orang kedua yang mendapat kiriman lirik ini adalah William G. Tomer, seorang Direktur Musik dari Grace Methodist Episcopal Church. Singkat cerita, Rankin memilih melodi dan notasi yang ditulis oleh Tomer. Melodi inilah yang terkenal sampai hari ini dan dinyanyikan oleh Gereja di seluruh dunia. Dalam bahasa
Inggris, lirik lagunya seperti berikut :

God be with you till we meet again

By his counsels guide, uphold you,

With his sheep securely fold you.

God be with you till we meet again.

Refrain

Till we meet, till we meet,

Till we meet at Jesus' feet,

Till we meet, till we meet,

God be with you till we meet again.


Dalam bahasa Indonersia, Yamuger menerjemahkan lagu ini sebagai berikut :


. Tuhan Allah beserta engkau

sampai bertemu kembali;

kasih Kristus mengawali,

Tuhan Allah beserta engkau!

Refrain

Sampai bertemu, bertemu,

sampai lagi kita bertemu;

sampai bertemu, bertemu,

Tuhan Allah beserta engkau!

 

Dalam kidung jemaat, Yamuger meletakkan lagu ini pada nomor pujian ke-346. Tentu ini bukan lagu yang asing lagi bagi kita, karena sering dinyanyikan oleh kita seusai ibadah Minggu. Dalam Kidung Jemaat, Yamuger memberi 4 stanza (ayat) bagi lagu ini, sama seperti lirik aslinya. Lirik lagunya sangat sederhana, melodinya pun demikian. Tidak ada not-not setengah, tidak ada pula chord yang memusingkan. Namun, jika kita meneliti dan merenungkan lirik lagu ini dengan baik, kita dapat menemukan makna yang sangat dalam.

1.    Lagu ini dimulai dengan  kalimat “God be with you till we meet again” yang jika kita artikan lurus menjadi “Tuhan menyertaimu, sampai kita berjumpa lagi”. Kalimat yang sangat sederhana, namun memiliki makna yang besar dan menggambarkan kehidupan orang Kristen. Apakah itu? Saat kita mengatakan kalimat “Tuhan menyertaimu” memiliki makna : kita mendoakan saudara kita seiman. Kita mengharapkan Tuhan, Sang Imanuel yang agung menyertai saudara seiman kita. Sangat menarik jika meneliti dengan baik lagu ini, kita menemukan bahwa dalam keseluruhan lagu ini (dari stanza 1-4), tidak ada satupun kata “aku” dan “saya”. Tidak ada satupun kalimat “besertaku” atau “menyertaiku”. Keseluruhan lagu ini dicurahakan untuk orang lain, berkat untuk keselamatan orang lain. Ini merupakan suatu gaya berdoa yang diajarkan Kristus kepada kita, yaitu berdoa bagi orang lain atau yang biasa kita sebut sebagai doa syafaat. Sepanjang berdoa, sepanjang ibadah, sepanjang saat teduh, mungkin kita terlalu banyak mendoakan diri sendiri. Dalam menjalani pergumulan hidup, kita terlalu banyak mendoakan diri sendiri sampai lupa untuk mendoakan orang lain. Kita belajar dari Tuhan Yesus, dalam akhir hidup-Nya sebagai manusia, sebelum Dia berdoa untuk diri-Nya, terlebih dahulu Dia mendoakan murid-muridnya, bahkan mendoakan kita orang percaya. Doa syafaat Yesus ini dapat kita lihat dalam keseluruhan doa Yesus untuk murid-murid-Nya dalam Yohanes pasal 17.

 

Yoh. 17:9 : Aku berdoa untuk mereka. Bukan untuk dunia Aku berdoa, tetapi untuk mereka, yang telah Engkau berikan kepada-Ku, sebab mereka adalah milik-Mu

 

Yoh. 17:11 : Dan Aku tidak ada lagi di dalam dunia, tetapi mereka masih ada di dalam dunia, dan Aku datang kepada-Mu. Ya Bapa yang kudus, peliharalah mereka dalam nama-Mu, yaitu nama-Mu yang telah Engkau berikan kepada-Ku, supaya mereka menjadi satu sama seperti Kita.

 

Yoh. 17:15 : Aku tidak meminta, supaya Engkau mengambil mereka dari dunia, tetapi supaya Engkau melindungi mereka dari pada yang jahat.

 

Yoh. 17:17 : Kuduskanlah mereka dalam kebenaran; firman-Mu adalah kebenaran.

 

Tuhan Yesus juga berdoa syafaat bagi semua orang percaya dalam segala zaman :

 

Yoh. 17:20 : Dan bukan untuk mereka ini saja Aku berdoa, tetapi juga untuk orang-orang, yang percaya kepada-Ku oleh pemberitaan mereka;

 

Dalam pergumulan di Getsemani yang sangat berat, Tuhan Yesus tidak hanya memikirkan diri-Nya sendiri, tetapi juga memikirkan dan berdoa untuk orang lain. Suatu teladan doa syafaat yang sangat indah.

 

Rasul Paulus juga pernah menasihatkan untuk mendoakan orang lain dalam doa-doa kita :

 

1 Tim. 2:1 : Pertama-tama aku menasihatkan: Naikkanlah permohonan, doa syafaat dan ucapan syukur untuk semua orang,

 

Doa syafaat adalah teladan hidup dari Kristus sendiri dan gaya hidup orang Kristen. Orang Kristen jangan hanya berdoa untuk berkat, keberhasilan, kesehatan dan keselamatan bagi diri sendiri, tetapi juga harus berdoa bagi orang lain. Saat kita menyanyikan “Tuhan Allah beserta engkau” dengan penuh penghayatan terhadap tiap liriknya, saat itu kita sedang mendoakan saudara seiman kita agar mereka aman dalam lindungan Tuhan. Bandingkan pada ayat ke-3 lagu ini (versi Indonesia) :

 

Tuhan Allah beserta engkau dalam susah dan keluhmu;
rangkulanNya menghiburmu, Tuhan Allah beserta engkau!

 

Lihatlah, betapa sang penulis mendoakan sesamanya, agar Tuhan menyertai dan memberkati dalam susah dan keluh, agar Tuhan memberi penghiburan bagi sesama yang sedih dan berbeban berat. Ini adalah suatu sikap mengasihi yang sangat luar biasa dari kehidupan orang Kristen.

Satu hal yang membuat saya kagum pada pencipta lagu ini, betapa dia mengerti akan teladan hidup Kristus; betapa dia mengerti akan bagaimana seharusnya kehidupan orang Kristen itu berjalan. Pendeta Rankin tentu tidak mampu menciptakan lagu yang Alkitabiah apabila dia tidak mengerti isi Alkitab. Inilah kekuatan dan keunggulan himne Kristen yang sesungguhnya : Musik menyatu dengan Alkitab.

 

2.   Lagu ini menceritakan suatu keinginan hati dari penulis (dan menjadi keinginan hati dari kita umat Kristen) untuk betemu kembali dengan saudara-saudara seiman. Ini terlihat dari kalimat “till we meet again”. Saat kita menyanyikan lagu ini, kita mengharapkan agar Tuhan menyertai saudara-saudara kita seiman agar mereka selamat, sehingga kita dapat bertemu lagi dengan mereka. Bertemu dimana? Jika kita memperhatikan refrain (versi bahasa Inggris), ada kalimat “Till we meet at Jesus' feet” yang jika diartikan berarti “sampai kita bertemu di kaki Yesus”. Kaki Yesus adalah suatu gambaran kehadiran Tuhan, dimana kita bersama saudara-saudara seiman duduk di bawah kaki Yesus untuk mendengar Dia berfirman.  Ini adalah suatu kerinduan untuk bertemu lagi dalam suatu peribadatan. Kita ingin mereka selamat, maka kita memohon Tuhan untuk menyertai mereka, sehingga mereka tetap selamat dan dapat bertemu lagi dengan kita dalam ibadah berikutnya. Bukankah ini suatu sikap yang indah? Pada bagian awal refrain, nada yang dipakai berangsur-angsur naik ke not yang tinggi.

Pemakaian nada tinggi dalam refrain lagu Tuhan Allah beserta engkau


Penggunaan not tinggi secara berangsur-angsur pada refrain bukanlah asal pakai, melainkan untuk menunjukkan suatu klimaks dari lagu, dan menggambarkan suatu penekanan yang sangat penting dari suatu lirik lagu.  Ini memiliki arti bahwa : bertemu dengan saudara-saudara seiman di kaki Tuhan adalah keinginan /  hasrat terbesar kita (penggunaan notasi seperti ini merupakan hal yang jenius, karena mampu menggambarkan apa maksud dari lirik lagu tersebut dengan baik. Ini merupakan hasil dari tuntunan Roh Kudus). Kita tidak memiliki hasrat lain selain daripada : beribadah bersama, memuji Tuhan dan merenungkan Firman Tuhan secara bersama-sama. Sungguh keinginan yang indah di mata Tuhan.

Mari kita renungkan : Apa agenda kita beribadah bersama? Apakah untuk mencari pasangan di Gereja? Apakah hanya untuk sekedar bertemu teman-teman segereja? Apakah hanya untuk sekedar menemani suami / istri / pacar / teman / orangtua / anak / saudara beribadah? Ataukah kita memiliki kerinduan besar : bertemu Kristus bersama orang-orang yang kita kasihi? Apakah kita masih merindukan keberadaan Kristus dalam gereja? Ataukah kita merindukan yang lain? Dari lagu ini, kita belajar dan merenungkan bahwa : tidak ada kerinduan yang lebih berharga dan lebih indah daripada kerinduan untuk ada bersama dengan umat Tuhan yang lain dalam peribadatan, di bawah kaki Kristus.

3.      Mengapa kita perlu untuk mendoakan saudara-saudara seiman kita agar kita dapat bertemu lagi dalam ibadah selanjutnya? Kita sadar, hidup kita adalah misteri. Alkitab mengatakan bahwa hidup kita ini hanya sementara, seperti uap yang muncul sebentar saja lalu hilang (Yak.4:14). Kita tidak tahu kapan kita meninggal, kita juga tidak tahu kapan saudara-saudara seiman kita meninggal. Minggu ini kita masih beribadah bersama, tanpa kita tahu mungkin dalam pertengahan minggu saudara kita meninggal dan telah tiada sehingga kita tidak dapat bertemu lagi dalam ibadah berikutnya. Kenyataan seperti inilah yang membuat kita memohon agar Tuhan menyertai saudara-saudara seiman kita dalam perjalanan hidup minggu ini, sehingga kita dapat bertemu lagi dalam ibadah selanjutnya. Kita saling mendoakan agar Tuhan menyertai sehingga kita semua selamat. Ini adalah suatu sikap kasih dan tindakan peduli yang kita berikan kepada mereka (dan juga mereka kepada kita).

Doa kita tentu tidak dapat merubah rencana Tuhan. Mungkin kita telah meminta Tuhan menyertai saudara-saudara kita, namun Tuhan berkata lain. Mungkin dalam pertengahan minggu mereka dipanggil Tuhan dan artinya secara jasmani kita tidak dapat bertemu lagi dengan mereka dalam ibadah. Namun ingatlah bahwa doa kita telah sampai kepada Bapa, dan  mereka yang telah meninggal dalam Tuhan telah ada dalam pelukan kasih Allah yang adalah penyertaan paling sempurna dan kekal. Doa kita tidak sia-sia, namun Tuhan mendengarkannya dan menjawabnya : penyertaan abadi adalah tinggal bersama Allah di Sorga baka.

Beberapa waktu yang lalu, seorang pemuda yang saya kenal meninggal dunia (Juan). Dalam perenungan akan lirik lagu ini dan meninggalnya saudara kami ini, saya bertanya dalam hati saya:  “entah kapan terakhir kali saya ada dalam satu ibadah bersama Juan. Apakah saat itu saya menyanyikan lagu ini bagi dia dan bagi orang lain atau tidak? Apakah selama ini saya sudah cukup berdoa bagi adik-adik pemuda saya, bagi rekan-rekan sepelayanan dan bagi umat Tuhan yang lain?” ini membuat saya merenungkan: betapa pentingnya berdoa bagi orang lain. Betapa pentingnya berdoa bagi keselamatan orang lain, apa lagi bagi saudara seiman.

 

4.    Dengan merenungkan lagu ini, kita dapat belajar juga bahwa : dalam menyanyikan suatu pujian / himne Kristen, kita tidak bisa melakukannya dengan asal-asalan. Kita tidak dapat memilih untuk hanya merenungkan lagu yang sesuai selera kita / sesuai kondisi pergumulan kita. Setiap lagu rohani yang Alkitabiah memiliki perenungan yang membuat kita semakin mengasihi Allah dan sesama.

Mengapa poin ke-4 ini penting? Kita telah belajar dan merenungkan bahwa lagu Tuhan Allah beserta engkau ini memiliki makna yang sangat dalam dan indah. Namun seringkali, jemaat meremehkan lagu ini. Lagu ini hanya penanda bahwa ibadah telah usai dan harus cepat-cepat pulang. Sebagai keyboardist gereja, saya sering memperhatikan ini : saat lagu ini dinyanyikan, jemaat sudah sibuk berjabat tangan sambil melangkah keluar ruangan. Lagu dinyanyikan dengan tempo cepat (padahal aslinya lagu ini memiliki tempo lambat), tanda bahwa jemaat terburu-buru agar lagu ini cepat selesai. Tidak ada ruang untuk menghayati lagi lagu ini. Tidak ada lagi doa syafaat dalam lagu yang memohon penyertaan Tuhan bagi saudara-saudara seiman. Semua sibuk ingin cepat pulang. Ini adalah kelemahan kita sebagai jemaat dalam gereja : bernyanyi namun tidak mendapat makna lagu; tidak menghayati lagu pujian kepada Allah (bahkan dalam pemandangan saya, ada jemaat yang dari awal ibadah hingga selesai dia tidak ikut bernyanyi satu kalipun!). Ini adalah suatu kerugian yang sangat besar bagi jemaat!

Mari kita belajar dan melatih diri serta meminta hikmat dari Roh Kudus untuk menajamkan pikiran kita terhadap perenungan akan lagu yang kita nyanyikan dalam gereja. Lagu apapun itu. Dengan demikian, kita akan mampu memaknai dan merenungi kasih Tuhan dalam setiap lagu. Kita akan mampu memaknai dan merenungi apa yang harus kita lakukan untuk mengasihi Tuhan dan sesama. Kita akan mampu memaknai dan merenungi segala maksud Tuhan dalam tiap pujian kepada-Nya, dan kita akan mampu mempersembahkan pujian indah yang menyenangkan hati Tuhan.

 

Sebentar lagi kita akan meninggalkan tahun 2025. Kita akan memulai tahun yang baru, tahun kerja yang baru, tahun pelayanan yang baru dan perjalanan yang baru. Tentu doa dan harapan yang baik akan kita naikkan kepada Tuhan bagi diri kita. Namun kali ini, kita belajar dari himne Kristen ini bahwa : hendaknya kita juga peduli kepada orang lain. Hendaknya kita tekun mendukung sesama kita dalam segala doa syafaat kita agar Tuhan selalu menyertai. Inilah bukti kasih kita kepada mereka. Saat kita mendoakan diri kita yang sedang sakit, marilah kita juga meminta perlindungan Tuhan bagi sesama yang sakit. Saat kita mendoakan diri kita yang sedang bergumul dalam pekerjaan, marilah kita juga meminta pertolongan Tuhan bagi sesama kita yang sedang ada dalam kesulitan pekerjaan / kesulitan mencari kerja. Saat kita mendoakan diri kita yang sedang ada dalam pelayanan, marilah kita juga meminta Tuhan untuk mendukung pelayanan rekan-rekan kita. Saat kita meminta penyertaan Tuhan untuk diri kita, marilah kita juga meminta penyertaan Tuhan untuk sesama kita. Inilah doa syafaat kita sebagai teladan dari Kristus, sebagai bagian dari cara hidup orang Kristen.

 

Sebagai penutup perenungan ini, saya membayangkan suatu hal saat menulis bagian ini: ada seorang beriman yang meninggal dalam Tuhan; saat jiwanya membumbung tinggi ke Sorga, dia menatap ke bumi kepada sesama umat Tuhan yang dikenalinya, lalu mulai menyanyikan “Tuhan Allah beserta engkau, sampai bertemu kembali…” dengan satu harapan : semoga saudara-saudaraku seiman yang masih ada di bumi, selalu disertai oleh Tuhan sehingga suatu saat nanti dapat bertemu kembali di bawah kaki Kristus, bukan dalam peribadatan di bumi, melainkan dalam Kerajaan Sorga. Ah betapa indahnya!


Tuhan Allah beserta engkau, suatu lagu sederhana yang kadang kita remehkan, namun sesungguhnya memiliki makna yang sangat dalam bagi kita. Mari kita belajar, untuk mendoakan orang lain, untuk rindu akan hadirat Allah yang kudus, untuk memaknai setiap rencana Tuhan dalam hidup kita dan hidup orang lain, dan belajar untuk mempersembahkan pujian yang terbaik bagi Allah.

 

Tuhan Allah besertamu, saudaraku!


Saya merekomendasikan teman-teman mendengarkan lagu ini dalam beberapa versi yang indah :


Versi Jim Reeves : https://www.youtube.com/watch?v=gdjJlz8sQfM&list=RDgdjJlz8sQfM&start_radio=1 (ini favorit saya)


Versi Victor Hutabarat : https://www.youtube.com/watch?v=rAng8YL_uDE&list=RDrAng8YL_uDE&start_radio=1 (ini juga favorit saya)


Versi koor himne yang menenangkan : https://www.youtube.com/watch?v=GZHrtHdbdOE&list=RDGZHrtHdbdOE&start_radio=1





Rabu, 20 Agustus 2025

WASPADA NEO SODOM!

 


NEO SODOM. Pernah dengar? Mungkin pernah, mungkin tidak. Kalimat ini baru muncul di otak saya saat mendapatkan ide untuk membuat tulisan ini. Lalu apa arti kata Neo Sodom?

Neo Sodom terdiri dari dua kata, yaitu Neo dan Sodom. Menurut KBBI, Neo berarti : baru, atau merupakan awalan yang menunjukkan pembaharuan atau penghidupan kembali sesuatu yang sudah ada. Secara sederhana, Neo berarti tindakan untuk menghidupkan kembali suatu hal / kondisi / faham / kebiasaan yang sudah lama mati / punah. Contoh : Neo PKI : tindakan / upaya untuk menghidupkan kembali semangat atau paham dari Partai Komunis Indonesia yang telah mati sejak 1965. Sedangkan Sodom sendiri adalah kota dalam cerita Alkitab yang dimusnahkan Tuhan karena kejahatan penduduknya (Kej.19:1-29). Jika kita melihat dan menggabungkan kedua kata tersebut sesuai definisi di atas, maka Neo Sodom berarti : Sodom yang baru.atau bisa juga berarti : tindakan / upaya untuk menghidupkan kembali semangat kota Sodom.

Lalu apa hubungannya dengan kehidupan kita saat ini? Apakah ada Sodom yang baru yang sedang terbentuk di dunia modern ini? Ataukah ada gerakan yang sedang berusaha untuk menghidupkan kembali semangat masyarakat Sodom di era modern ini?

Saya tidak bisa menelusuri sampai kesana. Dua hal di atas mungkin bisa saja terjadi, bisa juga tidak – tergantung agenda para kaum LGBT di seluruh pelosok dunia ini. Yang ingin saya soroti adalah : satu hal / kebiasaan yang mungkin tidak kita sadari disekitar kita, yang dapat membangkitkan kembali semangat kota Sodom tanpa kita sadari di era modern ini. Lalu apakah hal / kebiasaan tersebut?

Jika kita membaca mengenai kisah Lot melindungi dua malaikat yang ingin  diperkosa oleh orang-orang Sodom, ada hal yang cukup mengejutkan. Perhatikan ayat ini :

Kej. 19:4 Tetapi sebelum mereka tidur, orang-orang lelaki dari kota Sodom itu, dari yang muda sampai yang tua, bahkan seluruh kota, tidak ada yang terkecuali, datang mengepung rumah itu.

Mengenai para lelaki yang ingin melakukan pelecehan kepada dua laki-laki asing yang adalah malaikat Tuhan tersebut, Alkitab mengatakan bahwa : mereka dari yang muda sampai tua, dari seluruh kota tanpa terkecuali.

Mari kita berimajinasi sejenak.

Sepertinya Sodom bukanlah sebuah kota yang sangat besar seperti kota modern saat ini. Menurut Ev. David Tong dalam tulisannya : Tuhan dengan umat Tuhan ( https://www.griikg.org/tuhan-dengan-umat-tuhan-ku-2/ ), kota Sodom hanyalah kota kecil yang diprediksi oleh para arkeolog hanya terdiri dari 600 – 1200 orang saja (Dalam Yos. 8:25, dikatakan bahwa jumlah keseluruhan penduduk Kota Ai yang dimusnahkan oleh Yosua dan bangsa Israel adalah 12000 orang).  Angka  ini bahkan tidak memenuhi jumlah satu Kecamatan di era modern ini (catatan BPS Kota Kupang, Kec. Maulafa saja terdiri dari 109.993 jiwa). Jadi, kita mungkin bisa menggambarkan Sodom dengan besaran satu Kelurahan. Dapatkah teman-teman membayangkan, dalam satu Kelurahan (contoh : Kelurahan Oepura) yang seluruh kaum prianya, baik muda maupun tua adalah gay / Biseksual? Bukankah ini mengerikan? Jangankan satu Kelurahan, jika ada satu RT bahkan satu gang saja di dekat kediaman kita yang seluruh kaum prianya baik muda maupun tua adalah gay / biseksual, bukankah ini mengerikan? Memang disekitar kita saat ini tidak demikian, namun faktanya pernah terjadi di Sodom pada zaman Lot. Lalu, bagaimana bisa terjadi : satu kota seluruh penduduk laki-lakinya memiliki perilaku seksual menyimpang?

Tentu ada banyak hal yang dapat membuat Sodom menjadi demikian. Namun ada satu hal penyebab penduduk Sodom menjadi Gay / Biseksual yang ingin saya sorot dalam tulisan saya kali ini, yang mungkin lolos dari pengamatan para pembaca yaitu : NORMALISASI PENYIMPANGAN. Normalisasi sendiri merupakan suatu tindakan / proses untuk membuat sesuatu menjadi normal. Contoh tidakan normalisasi: Tindakan memaki / mengumpat bukanlah suatu tindakan yang normal untuk dilakukan karena bertentangan dengan norma-norma kesopanan. Namun seorang anak yang bertumbuh dalam keluarga yang suka memaki (ayah memaki ibu, lalu ibu membalas memaki ayah dan orangtua memaki anak-anak) menjadikan anak itu menganggap makian sebagai hal normal karena sering dilakukan di rumah. Ini adalah normalisasi idakan memaki / mengumpat.

Bagaimana seluruh penduduk Sodom dapat menjadi biseksual seperti demikian? Tentu karena tindakan normalisasi. Saat anak-anak Sodom dilahirkan, mereka bertumbuh dengan  melihat kebiasaan orangtua, saudara, tetangga dan seluruh kota melakukan penyimpangan seks (bahkan mereka mungkin diajarkan untuk melakukan hal demikian karena dianggap wajar dan normal). Mereka terbiasa melihat kebiasaan-kebiasaan seksual yang menyimpang, sehingga hal yang sebenarnya menyimpang / abnormal lama-kelamaan menjadi suatu hal yang normal dan biasa-biasa saja bagi mereka serta hubungan seksual yang sebenarnya tidak wajar menjadi wajar bagi mereka. Inilah yang menyebabkan munculnya suatu keseluruhan masyarakat yang utuh dalam penyimpangan seksual.

Dalam masyarakat modern, iblis berupaya untuk melakukan penormalisasian dosa melalui banyak cara. Sadar atau tidak, normalisasi yang terjadi pada kota Sodom saat ini sudah berlangsung dalam kehidupan modern, sehingga potensi “Neo Sodom” bisa saja terjadi.

Apa dasar saya menulis demikian?

Iblis dapat menggoda manusia dengan dosa dan cara yang sama sejak dari zaman purba hingga zaman modern. Jika Iblis pernah menjatuhkan Kain dengan perasaan iri, maka hingga hari ini iblis juga masih menyerang manusia dengan rasa iri. Jika Daud jatuh dalam dosa perzinahan, maka hingga saat ini iblis tetap memakai dosa zinah untuk menyerang pasangan suami istri. Jika Yudas binasa karena cinta uang, maka hingga saat ini begitu banyak orang yang cinta uang hingga melakukan korupsi, perampokan dsb. Maka, tindakan penormalisasian dosa yang iblis lakukan pada masyarakat Sodom juga dilakukan iblis pada era modern ini.

Sadar atau tidak, bahwa generasi kita saat ini bertumbuh sedang dalam proses penormalisasian LGBT. Saat mereka membuka sosial media (apalagi Instagram, YouTube, TikTok),  saat mereka membuka Televisi, saat mereka berada di tempat-tempat umum, pandangan dan pikiran mereka terus-menerus disusupi oleh hal-hal berbau LGBT yang bermuculan dimana-mana. Mengapa saya sampai pada pemikiran demikian?

Ini bermula dari beberapa waktu lalu saat saya dan keponakan saya duduk bersama-sama sambil scroll sosmed. Saat sedang asik, beberapa kali saya melirik kearah smartphone keponakan saya dan saya mendapati beberapa video yang lewat di berandanya berisi konten-konten biasa, namun dibawakan oleh laki-laki yang bergestur dan bersifat kemayu (kalau kata banci dirasa kasar). Hal ini terjadi secara berulang-ulang. Saya mencoba memperhatikan keponakan saya, dan dia terlihat biasa-biasa saja. Dalam pemikiran saya, jika hal seperti ini berlangsung sejak anak masih sangat kecil (keponakan saya berusia 8 tahun sekarang), maka bukan tidak mungkin akan terpola dalam otak anak bahwa laki-laki bersifat kemayu / seperti wanita adalah hal yang normal, karena dia sudah sering dan banyak melihat yang seperti itu. Sedangkan saat saya masih kecil hingga remaja, keberadaan  laki-laki bersifat kemayu dalam suatu pergaulan dianggap sebagai suatu anomali dan tidak normal. Ini karena era dimana saya bertumbuh dari kanak-kanak hingga remaja, otak kami tidak dinormalisasi untuk menerima hal-hal berbau LGBT sebagai hal biasa / normal baik lewat tontonan maupun pergaulan. Memang dalam pergaulan masa remaja saya, ada beberapa teman laki-laki bersifat kemayu, namun itu tidak dianggap normal (mereka bahkan di-bully karena berperilaku demikian – hal yang sebenarnya salah juga untuk dilakukan)

Jika konten-konten berisi makhluk anomali (seperti tung-tung sahur dsb) saja tidak disarankan oleh para ahli untuk ditonton oleh anak-anak yang otaknya sedang berkembang dengan alasan dapat menimbulkan brain root (baca : https://www.liputan6.com/regional/read/6105202/bahaya-tersembunyi-konten-anomali-pada-perkembangan-psikologis-anak ) maka konten-konten yang menampilkan hal yang tidak jelas klasifikasi kelaminnya baik dalam hal tampilan, gerak-gerik, sisi konten dsb. seharusnya tidak ditonton karena dapat berpotensi untuk menormalisasikan keberadaan mereka yang mendukung penyimpangan kelamin dan seksual.

Keberanian kaum LGBT dalam menyatakan diri di depan umum dan penerimaan akan kehadiran mereka sebagai masyarakat juga menjadi berperan besar dalam proses normalisasi LGBT.  Jika kita yang lahir di era sebelum 2000-an, kita akan sadar bahwa zaman dahulu hampir-hampir kita tidak dapat menemukan keberadaan para kaum LGBT. Keberadaan mereka sangat tertutup karena penolakan masyarakat, stigma buruk dan keberadaan mereka yang dianggap tidak normal. Namun di era sekarang, sangat mudah untuk melihat mereka di muka umum. Anda akan dengan mudah menemukan sepasang pria berpegangan tangan mesra di Mall; anda akan dengan mudah menemukan lelaki kemayu berat menjadi MC pernikahan; anda akan dengan mudah melihat banci berkeliaran di konten-konten sosmed dan Televisi sambil melucu. Mereka menjamur, mereka menganggap bahwa keberadaan mereka itu normal sehingga mereka berani tampil di depan umum. Mengapa? Karena mereka merasa keberadaan mereka telah diterima masyarakat dan dianggap normal. Mereka menganggap dalam hal seksual, keberadaan mereka sah dan normal sebagai pihak ketiga setelah kelamin laki-laki dan perempuan. Kaum Gay, Lesbian dan Biseksual  menganggap perilaku seksual mereka memiliki derajat yang sama dengan kaum heteroseksual, sehingga mereka dengan berani menunjukkan kelainan seksual mereka. Saat anda menegur perilaku menyimpang yang mereka lakukan, anda akan dianggap sebagai pembenci, penghasut, pelanggar hak asasi dll. Padahal Allah sendiri menganggap itu sebagai kekejian :

Im. 18:22 : Janganlah engkau tidur dengan laki-laki secara orang bersetubuh dengan perempuan, karena itu suatu kekejian (TB)

Alkitab versi FAYH : Janganlah kamu bersetubuh dengan orang yang sama jenis kelaminnya (homoseks), karena hal itu dosa yang sangat keji.

Ul. 22:5 : Seorang perempuan janganlah memakai pakaian laki-laki dan seorang laki-laki janganlah mengenakan pakaian perempuan, sebab setiap orang yang melakukan hal ini adalah kekejian bagi TUHAN, Allahmu.

(Dalam peraturan ini, Tuhan menganggap sebagai suatu kekejian apabila seorang perempuan memakai baju laki-laki; dan sebaliknya apabila seorang laki-laki memakai baju perempuan. Jika demikian Tuhan menganggap itu sebagai kekejian, bagaimana dengan laki-laki yang menganggap dirinya perempuan; dan sebaliknya perempuan menganggap dirinya laki-laki, sampai berdandan merubah penampilan bahkan sampai operasi kelamin. Tentu itu dianggap sebagai kekejian dan dosa di mata Tuhan)

Melihat fakta-fakta di atas, bukan tidak mungkin Sodom akan bangkit menjadi suatu peradaban baru oleh karena normalisasi LGBT yang dilakukan oleh masyarakat kita. Neo Sodom akan lahir jika kita tidak waspada akan penyimpangan seksual yang dianggap normal, serta berlaku pasif terhadap betapa massif dan terstrukturnya normalisasi penyimpangan seksual. Normalisasi penyimpangan seksual bisa terjadi dalam keluarga kita (khususnya anak-anak yang sedang bertumbuh dalam agenda kerja iblis yang berusaha membuat LGBT menjadi normal); bisa terjadi dalam Gereja : Pendeta yang tidak tegas menegur dosa LGBT atas dasar kasih dan hak asasi manusia; atau bahkan pendeta tersebut menjadi pelaku penyimpangan; guru Sekolah Minggu / anak Sekolah Minggu yang bersikap dan memiliki gestur banci dan sesama guru Sekolah Minggu yang tidak menegur perilaku menyimpang dari kawan sepelayanan dan anak Sekolah Minggu; bisa terjadi lewat pergaulan sehari-hari : baik di sekolah, di kantor, di lingkungan tempat tinggal dan di antara teman-teman sepergaulan : menganggap normal perilaku seks yang menyimpang dalam pergaulan. Normalisasi penyimpangan seksual juga bisa terjadi lewat tontonan dan konten-konten sosmed yang dikonsumsi sehari-hari : menganggap banci-banci yang membuat konten lucu dan jorok sebagai hal yang menghibur; menganggap biasa-biasa saja konten-konten penyimpangan seks dalam sosmed; dsb. Hal-hal di atas merupakan pendukung besar lahirnya Neo Sodom di lingkungan kita, kota kita bahkan Negara kita.

Melihat apa yang Tuhan lakukan terhadap Sodom membuat kita sadar bahwa tindakan masyarakat Sodom yang menormalisasikan dosa; menormalisasikan penyimpangan seksual LGBTmerupakan kekejian dan dosa besar di mata Tuhan. Kita dapat melihat bahwa Lot yang adalah orang benar sekalipun, turut menerima akibat dari perbuatan menormalisasikan dosa yang dilakukan orang Sodom. Ini berarti, kita sebagai orang percaya pun akan turut menerima ganjaran karena kita nyaman-nyaman saja tinggal di antara orang-orang yang hidup dalam dosa (walaupun kita tidak terlibat dalam dosa-dosa tersebut). Karena itu, janganlah menjadi biasa-biasa saja jika disekitar kita melakukan pewajaran terhadap dosa.

Apa tindakah kita terhadap gerakan Neo Sodom?

Satu-satunya cara yang dapat kita lakukan adalah : melawan semangat Neo Sodom tersebut. Bagi para pelaku LGBT dan orang-orang normal yang menormalisasikan LGBT, (mungkin) mereka tidak sadar bahwa mereka ada dalam agenda iblis untuk mengulang kembali dosa Sodom di era modern ini. Ini semua diakibatkan karena ketidakpedulian mereka terhadap Firman Tuhan. Jika mereka serius dan peduli pada Firman Tuhan, maka mereka akan dengan sadar meninggalkan dosa LGBT serta menolak penormalisasian LGBT dalam kehidupan sehari-hari. Inti dari semua ini adalah : percaya dan beriman dengan sungguh pada Kristus, berserah pada tuntunan Roh Kudus dan taat dengan penuh pada   Fiman Tuhan. Dalam misi melawan semangat Neo Sodom  melalui normalisasi LGBT, hal-hal yang dapat kita lakukan adalah dengan :

1.    Tidak mendukung tindakan berbau LGBT dalam rupa apapun, baik konten maupun tontonan yang berbau LGBT dan melibatkan para pelaku penyimpangan seksual maupun profesi-profesi yang melibatkan pelaku penyimpangan seksual. Jangan merasa lucu,terhibur dan mendukung para pelaku dunia konten hiburan yang memiliki bahkan mengumbar penyimpangan seksual mereka. Hal-hal seperti ini haruslah ditolak dengan serius dari kehidupan bermasyarakat.

2.    Memperhatikan dengan cermat tontonan anak-anak / adik-adik kita yang masih kecil agar supaya mereka terhindar dari hal-hal berbau LGBT. Berikan penjelasan kepada mereka  (sesuai umur mereka) mengenai  dosa penyimpangan seksual, bahwa hal-hal tersebut bukan hanya abnormal, melainkan dosa yang dibenci Tuhan.

3.    Jika ada anak / saudara / teman kita yang cenderung memiliki / bahkan sudah memiliki penyimpangan seksual (baik banci, maupun Gay dan Lesbian), janganlah membenci mereka (walau terkadang tak dapat dipungkiri, kita sangat jengkel terhadap para banci dan kaum LGBT lainnya). Jangan menganggap itu hal biasa. Kita harus memberi teguran sejak dini dan terus menerus dengan dasar Firman Tuhan. Jangan tinggalkan itu bertumbuh menjadi hal biasa dan normal bagi mereka bahkan bagi kita. Teruslah menegur dan biarkanlah Firman Tuhan menggugat hati mereka akan dosa mereka. Doakanlah mereka agar Roh Kudus bekerja dalam hati mereka sehingga mereka sadar bahwa mereka ada dalam kondisi yang tidak normal bahkan dalam kondisi yang berdosa, sehingga mereka harus bertobat. Teguran dan doa kita akan membuat mereka tidak merasa nyaman akan kondisi mereka tersebut.

4.    Dalam hal pelayanan, saya sering melihat Guru Sekolah Minggu yang memiliki gestur dan sifat banci. Bagi saya, jika kita melibatkan orang-orang yang memiliki indikasi banci dalam pelayanan, maka kita sedang membahayakan masa depan anak-anak Sekolah Minggu. Anak sekolah minggu menerima pengajaran dan teladan dari para Guru Sekolah Minggu. Jika dalam kegiatan Sekolah Minggu mereka melihat guru mereka yang bersifat demikian, maka bukan tidak mungkin mereka akan menganggap itu adalah hal patut dan  normal. Dalam kasus seperti ini, alangkah baiknya untuk tegas memberhentikan Guru Sekolah Minggu yang memiliki indikasi banci demi kebaikan anak-anak. Mungkin dapat melakukan bimbingan kepada mereka (jika mereka bersedia) dan mengembalikan mereka dalam pelayanan jika mereka sudah dapat bertobat.

Jangan pernah menganggap dosa sebagai hal normal, jika dosa sudah matang maka dia akan mendatangkan maut

Yak.1:14-15 – (14)Tetapi tiap-tiap orang dicobai oleh keinginannya sendiri, karena ia diseret dan dipikat olehnya. (15) Dan apabila keinginan itu telah dibuahi, ia melahirkan dosa; dan apabila dosa itu sudah matang, ia melahirkan maut.

Sodom bisa menjadi kota yang penuh dengan dosa oleh karena dosa dianggap biasa dan normal. Penduduk Sodom melakukan dosa sejak dari muda oleh karena normalisasi akan dosa tersebut. Dosa dianggap hal biasa oleh mereka. Hal ini pada akhirnya membuat Tuhan membinasakan seluruh kota ini. Ingatlah bahwa iblis yang adalah penyebab semua ini, tidak hanya mengerjakan pekerjaan jahat ini hanya pada kaum Sodom pada zaman Lot, tetapi dia juga melakukannya pada zaman sekarang – era kita masa kini - dengan cara yang lebih baru, lebih modern dan lebih canggih. Jika kita berdiam diri dan tidak bertindak, maka normalisasi akan dosa LGBT bisa terjadi disekitar lingkungan tempat tiggal kita, sekolah kita, kantor kita, kota kita bahkan negara kita. Neo Sodom -  Sodom yang baru, semangat kota Sodom akan bangkit kembali jika kita yang mengetahui kebenaran ini diam.

Jadilah kuat dengan tetap berdoa, tunduk kepada Allah – dan lawanlah segala bentuk normalisasi dosa agar jangan ada lagi Sodom yang berdiri di era kita.

Amin.

Bacaan rujukan : LGBT (Dari sudut pandang Alkitab) - https://charlesdubu.blogspot.com/2023/10/lgbt-dari-sudut-pandang-alkitab.html?m=0

(Tulisan ini belumlah sempurna dalam segala sisi dan aspek. jika usul / saran /  hal yang ingin didiskusikan mengenai tulisan ini, dapat dikirim melalui email : dubucharles@gmail.com)

Kamis, 22 Mei 2025

BANYAK JALAN MENUJU SORGA (?) - Bagian 2

 


BANYAK JALAN MENUJU SORGA (?)

benarkah keselamatan ada dalam semua agama / kepercayaan? apakah semua agama itu sama? bagaimana kita melihat ini dalam kacamata kristen”



Disclaimer : informasi yang terdapat dalam tulisan ini bersifat “untuk kalangan tersendiri” – yaitu para pembaca Kristen, ditulis dalam kacamata penulis Kristen dengan dasar Alkitab dan dipakai untuk perenungan & diskusi dalam kalangan Kristen. Jika ada dari pihak agama / kepercayaan lain yang menemukan tulisan ini dan membacanya, maka sesungguhnya tidak ada unsur kesengajaan untuk menghina / menyudutkan agama-agama tertentu. Sebaliknya, tulisan ini hendaknya dipakai untuk menjadi perbandingan dan menambah pengetahuan bagi para pembaca dari kalangan lain

- Penulis -

5.       Apakah kebenaran bersifat mutlak atau relatif?

Jika kita melakukan perbandingan ajaran agama, maka kita akan menemukan begitu banyak perbedaan yang mendasar antara agama yang satu dengan yang lain. Perhatikan tabel ini :

Isi ajaran

Kristen

Islam

Yahudi

Konsep keselamatan

Selamat hanya karena iman kepada yesus Kristus (Sola Fide)

Selamat karena iman kepada Islam dan amal ibadah

Selamat karena taat pada hukum Musa

Yesus

Tuhan yang menjelma menjadi manusia

Utusan  Allah

Nabi palsu / bidat

Larangan makanan

Semua makanan halal

Ada beberapa makanan haram (daging babi, daging  anjing)

Ada beberapa makanan haram (daging babi, daging   anjing)

Berdoa

Hanya melalui Yesus

Bershalawat pada Muhammad

Berdoa langsung pada YHWH

Sunat

Bukan ritus keagamaan

Ritus keagamaan yang wajib

Ritus keagamaan yang wajib

Baptis

Sakramen

Tidak ada

Tidak ada

Tentu masih banyak lagi perbedaan dalam ajaran-ajaran masing-masing agama yang tidak saya tampilkan dalam tabel di atas. Namun jika kita melihat, tidak ada satu agama yang benar-benar sama secara keseluruhan dengan agama lainnya dalam hal ajaran. Bahkan sebaliknya, kita melihat ada begitu banyak perbedaan bahkan sampai pada konsep keselamatan. Bahkan dalam konsep Tuhan pun berbeda

Agama

Konsep Tuhan

Katolik  / Protestan

Monoteisme / Trinitarian

Islam

Monoteisme / Unitarian

Yahudi

Monoteisme / Unitarian

Hindu

Politeisme (330 Juta dewa / dewi)

Budha

Tidak ada Tuhan

Jika ada perbedaan-perbedaan seperti ini, manakah ajaran yang benar? Apakah kebenaran suatu ajaran bersifat mutlak? Ataukah bersifat relatif?

Kebenaran tidak bisa bersifat relatif / tergantung dilihat dari sudut pandang mana. Harus ada satu kebenaran, dan satu kebenaran itu haruslah mutlak. 1 + 1 = 2, ini adalah mutlak. 1 + 1 tidak bisa sama dengan 3 karena “tergantung dilihat dari sudut pandang mana. Jika satu ajaran mengatakan perbuatan baik dapat menyelamatkan dan agama yang lain mengatakan bahwa perbuatan baik tidak dapat menyelamatkan, maka ini bertentangan antara yang satu dan yang lain, dan tidak mungkin diharmoniskan, sehingga kita akan tiba pada satu kesimpulan bahwa : kebenaran itu mutlak. Jika demikian, ajaran agamapun tidak boleh merelatifkan kebenarannya hanya agar dapat harmonis dengan agama lain karena ini akan menimbulkan kekacauan dan tabrakan. Sebagai umat Kristen, kita melihat bahwa kebenaran sejati hanya ada dalam Alkitab karena Alkitab adalah satu-satunya Firman Tuhan yang menjadi pedoman bagimana kita menjalani hidup (Sola Scriptura). Maka saat berbicara mengenai konsep keselamatan, kita hanya berpatokan pada apa kata Alkitab. Apa kata Alkitab mengenai konsep keselamatan?

Yoh. 3 : 16 Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal.

Yoh. 14 : 6  Kata Yesus kepadanya: "Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku.

Kis. 4 : 12  Dan keselamatan tidak ada di dalam siapapun juga selain di dalam Dia, sebab di bawah kolong langit ini tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya kita dapat diselamatkan."

 Kis. 16 : 30 – 31

30) Ia mengantar mereka ke luar, sambil berkata: "Tuan-tuan, apakah yang harus aku perbuat, supaya aku selamat?" 31) Jawab mereka: "Percayalah kepada Tuhan Yesus Kristus dan engkau akan selamat, engkau dan seisi rumahmu."

 Ef. 2 : 8 – 9

8) Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, 9)  itu bukan hasil pekerjaanmu: jangan ada orang yang memegahkan diri.

Kebenaran ini bersifat mutlak, tetap, tidak dapat dikompromikan dan diganggu gugat.

6.       Jika hanya ada satu kebenaran mutlak, mengapa ada banyak agama?

Mengapa ada banyak agama di dunia? Mengapa tidak cukup satu agama saja agar ada keseragaman dalam konsep keselamatan?

Seperti telah dijelaskan dalam poin 1b di atas, agama muncul dalam proses pencarian manusia akan keberadaan Allah. Dalam proses pencarian akan Allah inilah, maka Iblis masuk dan mulai merusakkan pengetahuan manusia akan Allah. Bukan hanya pada kasus penetapan hewan / benda-benda langit / fenomena alam sebagai dewa saja iblis bekerja mengacaukan pengenalan manusia akan Allah, bahkan dalam doktrin - doktrin agama sekalipun iblis bekerja untuk menimbulkan salah pengertian sehingga menimbukan lahirnya agama. Contohnya :

1)       Sejak dahulu kala, Allah itu Esa. Ini dipercaya sejak zaman Adam hingga Abraham hingga Musa. Namun disekeliling umat Israel, ada sekelompok orang dalam agama-agama tertentu yang percaya dan mengimani bahwa Tuhan itu bersifat banyak pribadi dan terpisah-pisah. Mereka memisahkan adanya dewa kesuburan, dewa perang, dewa seks, dewa hujan dsb.

2)    Pada era tahun 600an Masehi, Kekristenan tumbuh disekitar Asia, Afrika, separuh Eropa dan Arab. Namun kedatangan sosok yang menamakan dirinya nabi setelah mengaku telah diberi “wahyu” oleh “tuhan” dalam gua, telah menciptakan agama baru disekitar jazirah Arab. Kepercayaan pada Yesus Kristus sebagai Tuhan oleh sekelompok orang Kristen di daerah gurun Arab dikacaukan oleh dia yang menamakan diri nabi, dengan mengatakan bahwa Yesus hanyalah sekedar utusan biasa dan bukan Tuhan dalam arti yang setinggi-tingginya

Kita melihat dari dua poin di atas bahwa kebenaran akan sifat Allah yang esa dan kebenaran akan posisi Yesus sebagai Tuhan dikacaukan oleh agama-agama / ajaran-ajaran / keyakinan-keyakinan tersebut. Jika ada satu sosok yang mencoba mengacaukan kebenaran sejati mengenai Allah dan mengenai Kristus, maka tidak lain dan tidak bukan dia adalah Iblis itu sendiri. Iblis tidak menyerang lewat kaum Ateis, melainkan Iblis menyerang melaui agama-agama buatannya yang mencoba mengaburkan fakta benar mengenai Allah yan sejati dan mengenai Ketuhanan Kristus. Dengan demikian, kita dapat mengerti bahwa agama-agama / ajaran-ajaran / keyakinan-keyakinan diluar penyembahan kepada Allah yang sejati dan pada Yesus sebagai Tuhan merupakan produk-produk hasil pekerjaan iblis dalam menunggangi proses pencarian manusia akan keberadaan dan kebenaran Allah.

7.       Jika hanya Yesus satu-satunya jalan, apakah Sorga hanya diisi oleh Agama Kristen?

Saat kita bersikap Ekslusif dalam dialog mengenai iman dan keselamatan, kita akan diperhadapkan pada pertanyaan seperti ini. Mengapa? Karena dalam Ekslusivime beriman, kita mengakui selamat hanya melalui Yesus saja, dan untuk percaya Yesus harus menjadi / menganut agama Kristen. Jadi, benarkah Sorga hanya diisi oleh orang beragama Kristen?

Secara khusus, kata Kristen sendiri berasal dari bahsa Yunani “Christianos” yang berarti “pengikut Kristus”. Secara umum, Kristen sendiri dikategorikan menjadi salah satu agama yang diakui di dunia, yaitu agama yang berdasarkan pada ajaran Kristus.

Lalu, apakah orang yang beragama Kristen sudah pasti menjadi pengikut Kristus? Arti dari menjadi “pengikut Kristus” sendiri adalah : hidup menjadi sama seperti Kristus, mengasihi Kristus dan taat kepada Kristus.

 1 Yoh. 2 : 6  Barangsiapa mengatakan, bahwa ia ada di dalam Dia, ia wajib hidup sama seperti Kristus telah hidup.

 Yoh. 14 : 15 "Jikalau kamu mengasihi Aku, kamu akan menuruti segala perintah-Ku.

 Jika melihat ayat-ayat di atas, berapa banyak orang beragama Kristen yang menjadi sama seperti Kristus, mengasihi Kristus dan taat kepada Kristus? Menjadi Kristen dalam arti yang sesungguhnya bukan hanya karena seseorang beragama Kristen – baik beragama Kristen sejak lahir / Kristen keturunan maupun masuk agama Kristen dikemudian hari setelah dewasa karena menikah dan karena hal-hal lain – melainkan karena dia hidup menjadi sama seperti Kristus, mengasihi Kristus dan taat kepada Kristus. Inilah arti dari menjadi Kristen sesungguhnya. Jika kita mengerti akan hal ini dan menemukan fakta bahwa begitu banyak orang beragama Kristen yang tidak hidup seperti Kristus, tidak mengasihi Kristus dantidak taat kepada Kristus, maka kita akan mengerti bahwa seorang yang beragama Kristen sekalipun belum tentu menjadi pengikut Kristus. Mereka hanya sekedar beragama Kristen dan ber-KTP Kristen. Mereka ini di sebut sebagai Si Kristen KTP. Dengan demikian kita dapat mengerti bahwa : mereka yang diselamatkan dan yang dapat sampai kepada Bapa bukanlah orang yang beragama Kristen, melainkan  orang Kristen sejati yaitu : mereka yang beriman kepada Yesus sebagai Tuhan & Juruselamat, mereka yang hidup seperti Kristus, mengasihi Kristus dan taat kepada Kristus. Jadi, Sorga tidak diisi oleh orang-orang beragama Kristen, melainkan orang-orang Kristen sejati, yaitu para pengikut Kristus : orang yang hidup seperti Kristus, mengasihi Kristus dan taat kepada Kristus.

 Lalu, apakah seseorang bisa menjadi Kristen sejati tanpa beragama Kristen?

Untuk menjadi Kristen sejati tanpa beragama Kristen adalah hampir mustahil. Ingat, HAMPIR. Mengapa? Karena berita Injil mengenai Kristus, doktin-doktrin Kekristenan, pedoman-pedoman untuk menjadi Kristen sejati dan hal-hal lainnya yang diperlukan untuk menjadi seorang Kristen sejati hanya bisa ditemukan dalam agama Kristen : melalui pembacaan dan perenungan Alkitab,  pendengaran akan Injil dalam ibadah dan persekutuan umat Kristen, puji-pujian dalam ibadah Kristen dst. Untuk bisa melalui ini semua, seseorang harus dibaptis dan menjadi bagian dari Agama Kristen barulah dia dapat melanjutkan hal-hal yang berhubungan dengan Kekristenan dan Injil seperti yang telah disebutkan di atas. Seseorang tidak bisa “mau percaya dan beriman kepada Kristus” namun tidak meninggalkan agamanya yang lama.

Contoh : seseorang yang beragama Hindu tidak bisa menjadi Kristen dan percaya pada Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat sedangkan dia masih mempersembahkan sesajen / persembahan kepada para dewa dan masih melakukan ritual-ritual ibadahnya yang bertentangan dengan ajaran Kristen. Seseorang Islam tidak bisa tidak bisa menjadi Kristen dan percaya pada Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat sedangkan dia masih menjadikan ibadah puasa dan amal ibadah lainnya sebagai ritual untuk mendatangkan keselamatan. Dia tidak bisa hidup taat pada Alkitab dan taat pada Al-Quran, sedangkan kedua kitab ini saling bertentangan.

Jika seseorang benar-benar ingin menjadi pengikut Kristus, maka dia harus bersedia meninggalkan segala sesuatu – termasuk kepercayaannya yang lama – dan masuk dalam Kekristenan. Jika tidak demikian, maka sesungguhnya hatinya masih mendua dan tidak sungguh-sungguh menjadi pengikut Kristus. Ingat bahwa seseorang tidak bisa mempunyai dua tuan.

 Mat. 6 : 24  Tak seorangpun dapat mengabdi kepada dua tuan. Karena jika demikian, ia akan membenci yang seorang dan mengasihi yang lain, atau ia akan setia kepada yang seorang dan tidak mengindahkan yang lain. Kamu tidak dapat mengabdi kepada Allah dan kepada Mamon."

Tetapi, di atas dikatakan “hampir mustahil”. Berarti apakah ada cara lain  untuk menjadi Kristen sejati tanpa harus beragama Kristen?

Hal ini bisa terjadi dalam kondisi tertentu saja dan tidak bisa kita jadikan patokan untuk diikuti. Contoh kasus dalam kondisi ini: Ada orang yang seumur hidupnya adalah bukanlah orang Kristen dan dia tidak percaya pada Kristus. Namun dikemudian hari setelah tua dan sakit-sakitan hampir mati, dalam waktu yang telah ditentukan Tuhan menjelang ajalnya dia mendengar Injil dan menerima serta percaya pada Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat dengan sungguh. Tanpa dibaptis, tanpa pernah menjadi warga gereja, tanpa pernah ditahbis sidi, tanpa pernah melakukan perjamuan kudus, tanpa pernah mengubah kolom agama di KTP menjadi “Kristen”, dia meninggal dengan suatu pegangan yang teguh dan menyelamatkan : menerima dan percaya pada Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat dengan sungguh. Orang seperti ini tentu diselamatkan dan masuk dalam Sorga karena imannya (hal seperti ini pernah terjadi dalam Alkitab, yaitu pada kisah pertobatan penjahat yang disalibkan di sebelah Yesus yang pada akhirnya diselamatkan karena imannya). Hal seperti ini dapat terjadi jika Tuhan berkenan, karena keselamatan yang Tuhan kerjakan melampaui akal kita.

 Memang tiada yang mustahil bagi Allah. Jika anda yang membaca hal ini belum percaya pada Kristus atau belum percaya dengan sungguh pada Kristus – baik anda yang bergama Kristen atau bukan beragama Kristen -  ingat bahwa hal di atas tidak bisa anda jadikan patokan untuk diikuti karena:

1).   Hal di atas tidak selalu terjadi, dan itu semua bergantung kepada Tuhan. Apakah anda yakin bahwa hal itu bisa terjadi pada anda?

2).  Belum tentu Tuhan memberikan kesempatan yang sama pada setiap orang dan Tuhan pun tidak pernah menjanjikan kesempatan kepada manusia untuk bertobat pada saat “injury time”. Jika saat ini anda belum mengambil keputusan untuk beriman kepada Kristus, darimana anda tahu bahwa Tuhan juga akan  memberikan kesempatan yang sama pada anda?

3).  Tuhan memerintahkan kita untuk meninggalkan segala sesuatu untuk mengikuti Dia. Jika anda masih mendua hati dalam mengikut Dia (baik dalam hal kepercayaan maupun dalam hal cara hidup yang lama) maka sesungguhnya anda masih belum menjadi Kristen yang sejati.

Sebagai orang Kristen sejati, kita akan menemukan begitu banyak agama / ajaran / kepercayaan yang bertentangan dengan firman Tuhan dan juga iman kita. Selama kita masih ada di dunia dan hidup dalam lingkungan masyarakat yang majemuk, kita tidak akan bisa menghindari akan hal ini. Tindakan untuk membenarkan ajaran yang tidak sesuai Alkitab seperti yang telah dilakukan oleh kaum Inklusivisme merupakan hal yang sesat. Lalu bagaimana kita hidup di antara mereka yang tidak percaya Kristus?

1)         Tetaplah teguh pada iman yang sejati, yaitu iman kepada Yesus Kristus, Tuhan dan Allah kita.

2)         Jadilah fanatik dan radikal. Apa itu menjadi fanatik dan radikal? Menurut KBBI, fanatik berarti : teramat kuat (tentang kepercayaan atau keyakinan terhadap suatu ajaran). Sedangkan radikal berarti : secara mendasar (sampai kepada hal prinsip). Jadilah kuat terhadap ajaran Tuhan melalui Fiman-Nya dalam Alkitab, dan biarlah segala sesuatu dalam hidup kita berdasar pada Firman Allah.

3)         Menjadi fanatik dan radikal bukan berarti menjadi mendukung fanatisme dan radikalisme sehingga menjadi intoleran terhadap agama lain sehingga kita memusuhi orang beragama lain, mengolok-olok ajaran agama lain, mengganggu dan melarang ibadah mereka dst. Pengikut Kristus yang sejati adalah orang yang memiliki sifat Kristus, yaitu sifat kasih. Walau bukan saudara seiman, namun kita bisa mengasihi mereka sebagai sesama manusia dan sebagai saudara sebangsa. Bukankah Kristus sendiri pernah berkata “Kasihilah musuhmu”? Jika terhadap musuh saja kita harus mengasihi, apalagi kepada yang bukan musuh namun berbeda keyakinan? Namun ingat bahwa menjadi orang yang toleran bukan berarti kita menjadi toleran terhadap doktrin dan dasar-dasar iman. Hargailah perbedaan iman tanpa mengurangi kebenaran iman kita, hargailah peribadahan orang lain tanpa menurunkan derajat ibadah kita di hadapan Allah yang Maha tinggi.

4)         Jangan menurunkan standar iman dan standar kebenaran menurut Alkitab di hadapan mereka yang tidak percaya Kristus hanya untuk melahirkan perdamaian. Perdamaian seperti ini hanyalah bersifat semu dan tidak kokoh. Rasa saling menghormati dan menghargai itulah yang patut kita lakukan terhadap mereka.

5)         Siap sedialah untuk mempertanggung jawabkan iman kita  (berapologetika) saat mereka yang tidak percaya kepada Kristus mempertanyakan bahkan menghina iman kita. Lakukanlah itu dengan lembut dan jangan menyerang balik ajaran, karena itulah perbedaan kita dengan mereka yang suka mengolok Kekristenan.

 1 Pet. 3 : 15 – 16

15) Tetapi kuduskanlah Kristus di dalam hatimu sebagai Tuhan! Dan siap sedialah pada segala waktu untuk memberi pertanggungan jawab kepada tiap-tiap orang yang meminta pertanggungan jawab dari kamu tentang pengharapan yang ada padamu, tetapi haruslah dengan lemah lembut dan hormat, 16) dan dengan hati nurani yang murni, supaya mereka, yang memfitnah kamu karena hidupmu yang saleh dalam Kristus, menjadi malu karena fitnahan mereka itu.

Berapologetika bukan hanya tugas Pendeta / pengajar Kristen, tetapi tugas semua orang Kristen. Itulah sebabnya hendaknya kita harus kuat dalam pengertian kebenaran Firman Tuhan, bukan bertujuan untuk menang-menangan dan unjuk kehebatan dan kepintaran, melainkan agar kita mampu menunjukkan kebenaran yang sejati sehingga nama Tuhan dimuliakan.

6)         Tetaplah beritakan Injil dengan segala kaspasitas kita, karena selalu ada waktu dan kesempatan yang Tuhan berikan kepada kita untuk memberitakan Injil. Beritakanlah Injil dengan kasih, sebagaimana isi injil itu sendiri telah menceritakan tentang kasih Allah yang besar. Memberitakan Injil jangan sampai kita memaksa mereka untuk percaya; jangan pula menargetkan bahwa mereka harus percaya karena percaya atau tidak itu adalah keputusan Tuhan. Memberitakan Injil adalah kita menjadi alat agar Injil dapat diwartakan dan didengar, sehingga dari pendengaran itu mereka yang tidak percaya menjadi percaya (sesuai keputusan Tuhan). Jika ada sepuluh orang yang mendengar kita memberitakan Injil dan hanya dua yang percaya, maka kita menjadi alat Tuhan agar Injil dapat diwartakan kepada mereka berdua, didengar, sehingga dari pendengaran itu mereka yang menjadi percaya. Sedangkan bagi delapan orang yang tidak percaya, Injil itu akan menghakimi mereka pada akhir zaman nanti. Jika Injil tidak diberitakan, bagaimana orang-orang dapat mendengar Injil tersebut?

Rom. 10 : 13 – 15

13) Sebab, barangsiapa yang berseru kepada nama Tuhan, akan diselamatkan. 14) Tetapi bagaimana mereka dapat berseru kepada-Nya, jika mereka tidak percaya kepada Dia? Bagaimana mereka dapat percaya kepada Dia, jika mereka tidak mendengar tentang Dia. Bagaimana mereka mendengar tentang Dia, jika tidak ada yang memberitakan-Nya? 15) Dan bagaimana mereka dapat memberitakan-Nya, jika mereka tidak diutus? Seperti ada tertulis: "Betapa indahnya kedatangan mereka yang membawa kabar baik!"

7)      Tetaplah menjadi orang Kristen yang memancarkan Kristus di tengah-tengah masyarakat yang majemuk, karena dari hidup kitalah segala sifat dan ajaran Kristen sejati itu terbaca dan terlihat oleh semua orang. Jika kita tidak memancarkan Kristus dalam hidup kita, maka sia-sialah kita memberitakan Injil. Sebaliknya kita hanya akan menjadi batu sandungan begi mereka yang mendengarkan Injil yang kita beritakan.

2 Kor. 3 : 2 – 3

2) Kamu adalah surat pujian kami yang tertulis dalam hati kami dan yang dikenal dan yang dapat dibaca oleh semua orang. 3) Karena telah ternyata, bahwa kamu adalah surat Kristus, yang ditulis oleh pelayanan kami, ditulis bukan dengan tinta, tetapi dengan Roh dari Allah yang hidup, bukan pada loh-loh batu, melainkan pada loh-loh daging, yaitu di dalam hati manusia.

Tulisan saya kali ini sudah cukup panjang. Jika sampai baris ini anda masih membaca, maka anda telah menemukan banyak hal. Jika sudah sejauh ini anda membaca dan anda telah mengerti dan menerima bahwa Yesus adalah satu-satunya jalan keselamatan, maka “terpujilah Allah!”. Jika sebaliknya anda tidak mengerti (atau tidak mau mengerti dan ngotot pada pendapat anda) dan tetap menolak bahwa Yesus adalah satu-satunya jalan keselamatan serta menganggap bahwa semua agama / ajaran sama benar dan ada banyak jalan / cara menuju ke Sorga serta menganggap tulisan ini bersifat radikalisme, fanatis dan kejam; maka “semoga Allah menolong anda!”. Berhati-hatilah, karena – sekalipun anda beragama Kristen - anda berada dalam posisi yang melawan apa kata Alkitab dan apa kata Yesus Kristus, dan jika demikian maka anda berpotensi meninggalkan jalan keselamatan yaitu Yesus Kristus karena anda akan berupaya untuk mencari jalan lain di luar Yesus Kristus. Berdoalah agar Roh Kudus menolong anda mengerti akan hal ini.

Jika ada banyak jalan dan cara menuju Sorga, maka Allah tidak perlu mengambil jalan yang sulit untuk menyelamatkan manusia dengan turun menjadi manusia dan menderita hingga mati di atas salib. Cukuplah Dia menunjukkan jalan-jalan / cara-cara tersebut kepada manusia untuk mereka ikuti agar selamat. Faktanya, memang tidak ada jalan lain sehingga Dia harus turun mengerjakan keselamatan bagi manusia dan menjadi jalan keselamatan itu lewat penderitaan Kristus. Jangan menganggap Tuhan tidak adil karena hanya memberikan satu jalan saja. Sebaliknya : bersyukurlah bahwa dalam keberdosaan dan segala pemberontakan kita, Tuhan masih mau memberikan jalan keselamatan bagi kita! Yang harus muncul dalam pikiran dan perenungan kita bukanlah “ya Tuhan, mengapa  hanya satu jalan?” melainkan “ya Tuhan mengapa masih ada jalan bagiku yang berdosa ini?”.

Menutup tulisan ini, marilah kita bersama-sama menyanyikan lagu ini:

Yesus baik, baik buat saya...

Yesus baik, baik buat kita semua...

‘Ku tak dapat balas kasih-Mu Yesus...

Yesus baik, baik buat saya...

 

Tuhan memberkati.

Amin